Sejarah Peringatan Hari Pers Nasional dan
Internasional
NASIONAL
Jumpa
Pers Mahkamah Konstitusi/ANTARA FOTO
Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) didampingi para hakim
konstitusi memberikan keterangan pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) KPK
terhadap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar di Jakarta, Kamis 26 Januari 2017.
Mahkamah Konstitusi menyatakan siap bekerja sama dengan KPK guna mengungkap
kasus tersebut.*
PERINGATAN
Hari Pers Nasional (HPN) setiap tanggal 9 Februari didasarkan pada Keputusan
Presiden Nomor 5 tahun 1985. Keputusan Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985
itu menyebutkan bahwa pers nasional Indonesia mempunyai sejarah perjuangan dan
peranan penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.
Akan
tetapi, sebelum keputusan itu, HPN telah digodok sebagai salah satu butir
keputusan Kongres ke-28 Persatuan Wartawan (PWI) di Padang, Sumatera Barat,
pada 1978. Kesepakatan tersebut, tak terlepas dari kehendak masyarakat pers
untuk menetapkan satu hari bersejarah untuk memperingati peran dan keberadaan
pers secara nasional.
Pada
sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung tanggal 19 Februari 1981, kehendak tersebut
disetujui oleh Dewan Pers untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah
sekaligus menetapkan penyelenggaraan Hari Pers Nasional.
Lebih
jauh, HPN tidak bisa dilepaskan dari fakta sejarah mengenai peran penting
wartawan sebagai aktivis pers dan aktivis politik. Sebagai akivis pers,
wartawan bertugas dalam pemberitaan dan penerangan guna membangkitkan kesadaran
nasional serta sebagai aktivis politik yang menyulut perlawanan rakyat terhadap
kemerdekaan.
Peran
ganda tersebut tetap dilakukan wartawan hingga setelah proklamasi kemerdekaan,
17 Agustus 1945. Bahkan, pers kemudian mempunyai peran strategis dalam
mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Pada
1946, aspirasi perjuangan wartawan dan pers Indonesia kemudian beroleh wadah
dan wahana yang berlingkup nasional pada 9 Februari 1946 dengan terbentuknya
organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Lahirnya
PWI di tengah situasi perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dari ancaman
kembalinya penjajahan, melambangkan kebersamaan dan kesatuan wartawan Indonesia
dalam tekad dan semangat patriotiknya untuk membela kedaulatan, kehormatan,
serta integritas bangsa dan negara.
Kehadiran
PWI juga diharapkan mampu menjadi tombak perjuangan nasional menentang kembalinya
konolialisme dan dalam menggagalkan negara-negara boneka yang hendak
meruntuhkan Republik Indonesia.
Sejarah
lahirnya surat kabar dan pers itu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dari
sejarah lahirnya idealisme perjuangan bangsa mencapai kemerdekaan. Hadir dari
kesadaran itu, pada 6 Juni 1946 di Yogyakarta, tokoh-tokoh surat kabar dan
tokoh-tokoh pers nasional berkumpul untuk mengikrarkan berdirinya Serikat
Penerbit Surat Kabar (SPS).
SPS
menyerukan agar barisan pers nasional perlu segera ditata dan dikelola baik
dalam segi ide serta komersialnya. Hal itu mengingat bahwa pada kala itu pers
penjajah dan pers asing masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan
pengaruhnya.
Jika
ditilik lebih jauh, sebetulnya SPS telah lahir jauh sebelum tanggal 6 Juni 1946,
yaitu tepatnya telah ada empat bulan sebelumnya bersamaan dengan lahirnya PWI
di Surakarta pada tanggal 9 Februari 1946. Karena kesamaan itulah, banyak orang
yang kemudian menjuluki SPS dan PWI sebagai “kembar siam”. Pada 9-10 Februari
itulah, wartawan dari seluruh Indonesia berkumpul dan bertemu. Mereka datang
dari beragam kalangan wartawan, seperti pemimpin surat kabar, majalah, wartawan
pejuang dan pejuang wartawan.
Dari
pertemuan besar pertama itu, mereka berhasil memutuskan beberapa poin di antaranya
(a) menyetujui dibentuknya PWI yang diketuai oleh Mr. Sumanang Surjowinoto
dengan sekretaris Sudarto Tjokrosisworo, (b) membentuk 8 komisi yang bertugas
merumuskan hal ihwal persuratkabaran nasional serta usaha koordinasinya ke
dalam satu barisan pers nasional dengan satu tujuan, yaitu ”Menghancurkan
sisa-sisa kekuasaan Belanda, mengobarkan nyala revolusi, dengan mengobori
semangat perlawanan seluruh rakyat terhadap bahaya penjajahan, menempa
persatuan nasional, untuk keabadian kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan
rakyat.” Kemudian, komisi 10 orang tersebut dinamakan ”Panitia Usaha”.
Baru
setelah 26 tahun, pengalaman pers nasional dan kesulitan di bidang percetakan
kemudian melahirkan Serikat Grafika Pers (SGP) pada pertengahan tahun 1960-an.
Kesulitan semakin mencekik ketika kemerosotan peralatan cetak dalam negeri
digempur kecanggihan teknologi mutakhir luar negeri.
Kelimpungan
dengan hal itu, tergeraklah keinginan untuk meminta pemerintah ikut mengatasi
kesulitan tersebut untuk memperbaiki keadaan pers nasional dan berkontribusi
dalam pengadaan peralatan cetak dan bahan baku pers. Hingga akhirnya, pada
Januari 1968 dilayangkan nota permohonan kepada Presiden Soeharto.
Menanggapi
hal itu, pemerintah mengesahkan Undang-Undang penanaman modal dalam negeri yang
menyediakan fasilitas keringanan pajak dan bea masuk serta dimasukkannya
grafika pers dalam skala prioritas telah memacu berdirinya usaha-usaha
percetakan baru.
Menyusul
berbagai kegiatan persiapan, berlangsunglah Seminar ke-1 Grafika Pers Nasional
pada Maret 1974 di Jakarta. Kemudian, keinginan untuk membentuk wadah grafika
pers SGP terwujud pada 13 April 1974.
Persatuan
Perusahaan periklanan Indonesia (P3I) ditetapkan sebagai anggota organisasi
pers nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Ketentuan
Pokok Pers. Penetapan tersebut, disusul bahwa bidang usaha (aspek komersial)
periklanan berada di bawah pembinaan Departemen perdagangan dan Koperasi
sedangkan bidang operasionalnya (aspek idenya) ditempatkan dalam pembinaan
Departemen Penerangan.
Pers
selalu mengalami dinamika permasalahannya dari masa ke masa. Bukan saja pada
masa Orde Baru, namun juga sebelum Orde Baru hingga saat ini mulai dari
belenggu kolonialisme hingga kebebasan pers yang dibungkam. Maka dari itu,
diharapkan, melalui peringatan HPN, insan pers dan masyarakat sudah seharusnya
senantiasa berbenah dan mewujudkan cita-cita Indonesia. (Nurul Nur Azizah)***
INTERNASIONAL
Sejarah
Jurnalistik Dunia
Sejarah jurnalistik di mulai pada masa Romawi
kuno, pada masa pemerintahan Julius Caesar (100-44 SM). Pada waktu itu, ada
acta diurna berisi hasil uji coba semua, peraturan baru, keputusan senat dan
informasi penting lainnya yang dipasang di pusat kota yang disebut Stadion
Romawi atau “Forum Romanum”.
Surat
kabar pertama diterbitkan di Cina pada tahun 911, Pau Kin. Koran ini dimiliki
oleh pemerintah ketika masa Kaisar Quang Soo. Tidak berbeda dalam Age of
Caesar, Kin Pau mengandung berita keputusan, pertimbangan dan informasi lain
dari Istana. Pindah ke Jerman, tahun 1609, penerbitan surat kabar pertama
bernama Avisa Relation Order Zeitung. Pada 1618, surat kabar tertua di Belanda
bernama Coyrante uytItalien en Duytschland. Surat kabar pertama di Inggris
diterbitkan pada 1662 bernama Oxford Gazette (later the London) dan diterbitkan
terus menerus sejak pertama kali muncul. Surat kabar pertama di Perancis, the
Gazette de France, didirikan pada tahun 1632 oleh raja Theophrastus Renaudot
(1.586-1.653), dengan perlindungan Louis XIII. Semua surat kabar yang terkena
sensor prepublication, dan menjabat sebagai instrumen propaganda untuk monarki.
Industri
surat kabar mulai menunjukkan kemajuan yang luar biasa ketika budaya membaca di
masyarakat semakin meluas. Terlebih ketika memasuki masa Revolusi Industri, di
mana industri surat kabar diuntungkan dengan adanya mesin cetak tenaga uap,
yang bisa meningkatkan kinerja untuk memenuhi permintaan publik akan berita.
Pada
pertengahan 1800-an bisnis berita mulai berkembang. Organisasi kantor berita
yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan didistribusikan ke
berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Pasalnya, para pengusaha surat kabar
dapat lebih menghemat pengeluarannya dengan berlangganan berita kepada
kantor-kantor berita itu daripada harus membayar wartawan untuk pergi atau
ditempatkan di berbagai wilayah. Kantor berita yang masih beroperasi hingga
hari ini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan
Agence-France Presse (Prancis).
Tahun
1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme
kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di
Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh
William Randolph Hearst. Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang
bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik.
Tujuannya hanya satu “meningkatkan penjualan!”.
Jurnalisme
kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme
sebagai profesi.
Organisasi
profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh
wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme
pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian
melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat
dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme professional.
Penemuan
Mesin Cetak
Johannes
Gensfleisch zur Laden zum Gutenbergadalah seorang pandai logam dan pencipta
berkebangsaan Jerman yang memperoleh ketenaran berkat sumbangannya di bidang
teknologi percetakan. Gutenberg (1398- 3 Februari 1468) Tradisi menamainya
sebagi pencipta movable type di Eropa, suatu perbaikan sistem pencetakan blok
yang sudah digunakan di wilayah tersebut.
Karya
utamanya, Alkitab Gutenberg (juga dikenal sebagai Alkitab 42 baris), telah
diakui memiliki estetika dan kualitas teknikal yang tinggi. Gutenberg juga
diakui karena memperkenalkan tinta berbasis minyak yang lebih tahan lama
dibandingkan tinta berbasis air yang dulu dipergunakan. Sebagai bahan
percetakan dia menggunakan naskah yang terbuat dari kulit binatang dan kertas,
yang terakhir diperkenalkan di Eropa dari Cina dengan menggunakan cara orang
Arab beberapa abad yang lalu.
Masa
muda
Gutenberg
lahir di kota Mainz, Jerman, sebagai putra bungsu dari pedagang kelas atas
Friele Gensfleisch zur Laden, dari istri keduanya, Else Wyrich. Menurut
beberapa laporan Friele adalah seorang tukang emas untuk uskup di Mainz, namun
kemungkinan besar ia juga melakukan perdagangan kain sebagai sumber
penghasilannya. Tahun kelahiran Gutenberg tidak diketahui persis namun
kemungkinan besar sekitar 1398.
Ia
menerima latihan awal sebagai seorang tukang emas. Pada tahun 1411, terjadi
pemberontakan di Mainz, sehingga dia harus pindah ke Strasbourg dan tinggal di
sana selama 20 tahun. Di Strasbourg, beliau menyambung hidupnya dengan membuat
barang yang terbuat logam. Gutenberg menghasilkan hiasan kecil bercermin untuk
dijual kepada peziarah agama Kristen. Dia kemudiannya pulang ke Mainz dan
bekerja sebagai seorang tukang emas.
Penemuan
percetakan
Mesin
Cetak karya Gutenberg (ilustrasi)
Gutenberg
bukanlah penemu yang pertama, hal ini terbukti dengan adanya bentuk pencetakan
yang sangat sederhana yang dapat ditemukan di Cina dan Korea sekitar tahun 175
AD. Tampilan yang terbalik di atas kayu, dan kemudian perunggu telah dibuat
pada tahun ini. Alat ini kemudian dibubuhi tinta kemudian ditempatkan di atas
secarik kertas dan digosok dengan lembut menggunakan sebuah tongkat bambu.
Terobosan
besar datang sekitar tahun 1440 oleh Johannes Gutenberg dari kota Mainz,
Jerman. Gutenberg menciptakan sebuah metode pengecoran potongan-potongan huruf
di atas campuran logam yang terbuat dari timah. Potongan-potongan ini dapat
ditekankan ke atas halaman berteks untuk percetakan. Metode penemuan pencetakan
oleh Gutenberg secara keseluruhan bergantung kepada beberapa elemennya diatas
penggabungan beberapa teknologi dari Asia Timur seperti kertas, pencetakan dari
balok kayu dan mungkin pencetakan yang dapat dipindahkan, ciptaan Bi Shen,
ditambah dengan permintaan yang meningkat dari masyarakat Eropa untuk
pengurangan harga buku-buku yang terbuat dari kertas. Metode pengetikan ini
bertahan selama sekitar 500 tahun.
Karya
Johannes Gutenberg dalam mesin cetak di mulai sekitar 1436 ketika dia sedang
bekerja sama dengan Andreas Dritzehan, seseorang yang pernah dibimbing oleh
Gutenberg dalam pemotongan batu permata, dan Andreas Heilmann, pemilik pabrik
kertas. Tetapi rekor resmi itu baru muncul pada tahun 1439 ketika ada gugatan
hukum melawan Gutenberg; saksi-saksi yang ada membicarakan mengenai cetakan
Gutenberg, inventaris logam (termasuk timah), dan cetakan ketikannya.
Ide
Gutenberg yang terpenting tercetus ketika dia bekerja sebagai tukang emas di
Mainz. Dia mendapat ide untuk menghasilkan surat pengampunan dengan membentuk
kop huruf untuk mencetak surat pengampunan dengan banyak agar dia mendapat
banyak uang untuk membayar hutang-hutangnya ketika dia bekerja sebagai tukang
logam dahulu. Waktu itu, buku dan surat ditulis dengan tulisan aksara latin
dengan tangan dan mengandung banyak kesalahan ketika penyalinan, juga
kekurangannya selain itu ialah lambat.
Oleh
karena itu, Gutenberg pertama kalinya membuat acuan huruf logam dengan
menggunakan timah hitam untuk membentuk tulisan aksara latin . Pada mulanya,
Gutenberg terpaksa membuat hampir 300 bentuk huruf untuk meniru bentuk tulisan
tangan yang berbentuk tegak-bersambung. Setelah itu, Gutenberg membuatkan untuk
mereka mesin cetak yang bergerak untuk mencetak. Mesin cetak bergerak inilah
sumbangan terbesar Gutenberg. Setelah menyempurnakan mesin cetak bergeraknya,
Gutenberg mencetak beribu-ribu surat pengampunan yang disalah gunakan oleh
Gereja Katolik untuk mendapatkan uang. Penyalah-gunaan ini merupakan puncak
timbulnya bantahan daripada sebagian pihak seperti Martin Luther.
Pencetakan
Alkitab
Pada
tahun 1452, Gutenberg mendapatkan pinjaman uang dari Johann Fust untuk
memulakan proyek pencetakan Alkitab yang terkenal. Namun, Gutenberg telah
dipecat dari pengurusan percetakan Alkitab itu sebelum dia disiapkan sepenuhnya
disebabkan Gutenberg dituduh mencetak surat pengampunan, kalender dan buku
bacaan ringan sebagai pengisi waktu luang. Bagaimanapun Alkitab yang dihasilkan
masih dikenal sebagai Alkitab Gutenberg yang mengandung 42 baris setiap halaman
disiapkan yang pada 15 Agustus 1456 dan dianggap sebagai buku bercetak tertua
di dunia barat.
Dua
ratus jilid salinan Alkitab Gutenberg telah dicetak, sebagian kecilnya (lebih
kurang 50) dicetak di atas kulit lembu muda. Alkitab Gutenberg yang cantik dan
mahal itu dijual dengan harga tiga tahun gaji seorang kuli biasa. Buku itu
dijual di Pameran Buku Franfurt pada tahun 1456. Secara kasar, hampir
seperempat Bible Gutenberg masih terawat sampai sekarang.
Penemuan
dan kontribusi lain
Selain
menjadi ahli dalam bidang percetakan, Gutenberg juga menciptakan bahan
sampingan percetakan seperti tinta dan cetakan huruf. Tinta yang digunakan
terbuat dari campuran minyak, tembaga, dan timah hitam yang masih bagus
warnanya. Tinta itu adalah bentuknya lain daripada tinta untuk menulis biasa
karena tinta percetakan lebih pekat dan lebih lengket. Gutenberg juga telah
menyempurnakan campuran logam untuk membentuk cetakan huruf dengan gabungan
timah hitam, antimon dan timah yang masih baru digunakan hingga abad ke 20.
Gutenberg
juga dipercayai untuk bekerja yang tugasnya ialah menyiapkan Ensiklopedia
Catholicon of Johannes de Janua, setebal 748 halaman dengan 2 ruangan setiap
halaman dan 66 baris setiap satu ruangan. Pada akhir hayatnya dia diterima sebagai
pengiring kepada uskup besar Mainz.
Majalah
Life menganggap Mesin Cetak adalah penemuan yang paling luar biasa pada 1000
tahun terakhir. Penting untuk disadari bahwa abjad mungkin merupakan kunci
keberhasilan mesin cetak.
Kematian
Pada
tahun 1468 Gutenberg meninggal karena Serangan Jantung, dan dimakamkan di
gereja Franciscan, Mainz.
Penemuan
Kertas
sekitar
2.200SM, orang Mesir kuno menemukan sejenis buluh yang disebut papyrus (lontar)
yang ternyata dapat dipergunakan untuk media tulis yang lebih stabil dan dapat
diandalkan.
Meskipun
penggunaan papyrus menyebar jauh di luar Mesir, kulit binatang juga masih
banyak digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan tertulis. Kulit sapi,
kambing dan domba dicuci dan direntangkan pada bingkai dan dilapisi dengan
kapur berbentuk pasta yang membantu menghilangkan lemak dan bulu. Sesudah
kering, permukaan dihaluskan dengan menggosok memakai batu. Bahan yang sudah
siap disebut perkamen dan digunakan secara luas diseluruh Eropa sejak 170 SM.
Perkamen yang berkualitas tinggi sangat langka sehingga harus diperlakukan
secara halus dan sering digunakan lebih dari sekali.
Media
tulis awal ini memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan
kebudayaan manusia tetapi memang kurang praktis. Hal ini berubah sejak Tsai Lun
pada th 250 SM memulai percobaannya dan memperkenalkan kertas ke dunia.
Pada
abad kedua, pembuat Pada abad kedua, pembuat kertas di
Cina
menaruh potongan-potongan kulit kayu bagian dalam dari pohon Mulberry pada
suatu tempat yang kuat, sering juga berupa batu yang berlubang dan dicampur
dengan air. Dengan menggunakan palu atau alat pemukul lain, potongan kayu
tersebut ditumbuk sehingga menjadi bubur berserat yang dalam istilah sekarang
disebut sebagai ‘pulp’. Pulp tersebut kemudian dituangkan kedalam cetakan yang
dangkal yang sebelumnya dilapisi dengan kain berbentuk seperti saringan.
Kemudian cetakan ini dijemur di bawah sinar matahari dan ketika air telah
menguap, maka hanya serat selulose yang tinggal dalam cetakan. Selanjutnya
kertas diangkat dari cetakan tersebut. Ini adalah bentuk yang primitif dari
kertas.
Pada
abad ke 13, teknologi pembuatan kertas telah merambah Spanyol, tetapi masih
membutuhkan 300 tahun lagi baru teknologi tersebut menyebar ke Perancis,
Jerman, Itali dan Inggris dimana tercatat pabrik kertas Inggris yang pertama
kali diketahui dibangun di Hertfordshire pada th 1490. Di negara-negara Eropa,
saringan kawat yang halus menggantikan fungsi kain saringan dan serat linen
menggantikan kulit kayu mulberry yang sangat sulit diperoleh di daratan Eropa.
Masalah
yang dihadapi dalam pembuatan kertas secara manual ialah produktifitasnya yang
sangat rendah dan memakan waktu yang lama. Pada abad pertengahan, semua buku
dicopy dengan tangan, kebanyakan dilakukan di atas perkamen dan dilakukan oleh
pemuka agama yang mempunyai kemampuan baca tulis di atas rakyat biasa. Mesin
cetak yang diciptakan pada abad ke 15 membawa perubahan yang amat besar di
bidang komunikasi. Untuk pertama kalinya, buku dapat diproduksi secara massal.
Untuk itu dibutuhkan kertas murah dalam jumlah yang banyak menggantikan
perkamen yang mahal.
Untuk
memenuhi permintaan yang meningkat ini, pembuat kertas dituntut untuk
mempercepat dan meningkatkan produksi, tetapi tidak terlihat adanya terobosan
yang nyata sampai datangnya abad 17. Yaitu ketika Nicholas Luis Robert, dari
Essones, Perancis mematenkan sebuah mesin yang menggunakan belt kawat mesh yang
bergerak menggantikan fungsi cetakan kertas sehingga dapat dihasilkan kertas
secara kontinyu dan dalam jumlah besar. Mesin yang dibangun oleh Robert
kemudian dibawa ke Inggris dan dipatenkan di sana pada th 1801 oleh Henry
Fourdrinier, yang namanya dipakai sampai sekarang.
Dunia
Islam
Setelah
kekalahan Cina dalam Pertempuran Talas pada 751 (hari ini Kyrgyzstan ), penemuan
ini menyebar ke Timur Tengah. Legenda pergi,
rahasia pembuatan kertas diperoleh dari dua Cina tahanan dari
Pertempuran Talas, yang menyebabkan pertamapabrik kertas di dunia Islam yang
didirikan di Samarkand .
Proses
melelahkan pembuatan kertas halus dan mesin dirancang untuk pembuatan massal
kertas. Produksi dimulai pada Baghdad , di mana metode diciptakan untuk membuat
selembar kertas tebal, yang membantu mengubah pembuatan kertas dari seni
menjadi industri besar. Penggunaan bertenaga air pabrik pulp untuk menyiapkan
bubur bahan yang digunakan dalam pembuatan kertas, tanggal kembali ke Samarkand
pada abad ke-8, meskipun ini tidak harus bingung dengan pabrik kertas (lihat
Paper pabrik bagian bawah). Kaum Muslim juga memperkenalkan penggunaan palu
perjalanan (manusia-atau binatang-bertenaga) dalam produksi kertas,
menggantikan tradisional Cina mortir dan alu metode. Pada gilirannya, metode
palu perjalanan kemudian dipekerjakan oleh orang Cina.
Pada
abad ke-9, orang Arab menggunakan kertas teratur, meskipun untuk karya-karya
penting seperti salinan dihormati Qur’an vellummasih disukai. Kemajuan buku
produksi dan penjilidan buku diperkenalkan. Orang-orang Arab membuat buku
ringan yang dijahit dengan sutra dan terikat dengan kulit yang tertutup papan
pasta, mereka memiliki flap yang dibungkus buku ketika tidak digunakan. Seperti
kertas kurang reaktif terhadap kelembaban, papan berat yang tidak diperlukan.
Pada abad ke-12 di Marrakesh diMaroko jalan bernama “Kutubiyyin” atau penjual
buku yang berisi lebih dari 100 toko buku.
Penggunaan
tercatat paling awal dari kertas untuk kemasan tanggal kembali ke 1035, ketika
Persia wisatawan mengunjungi pasar diKairo mencatat bahwa sayuran,
rempah-rempah dan perangkat keras yang dibungkus kertas untuk pelanggan setelah
mereka dijual.
Sejak
Perang Salib Pertama tahun 1096, pembuatan kertas di Damaskus telah terganggu
oleh perang, produksi membelah menjadi dua pusat. Mesir dilanjutkan dengan
kertas tebal, sementara Iran menjadi pusat dari makalah tipis. Pembuatan kertas
menyebar di seluruh dunia Islam, dari mana itu barat lanjut menyebar ke Eropa
. pembuatan Kertas diperkenalkan ke
India pada abad ke-13 oleh pedagang Arab, di mana hampir seluruhnya diganti
bahan penulisan tradisional.
Amerika
Di
Amerika , bukti arkeologi menunjukkan bahwa bahan kulit-kertas tulisan yang
sama juga digunakan oleh bangsa Maya selambat-lambatnya pada abad ke-5. Disebut amatl , itu digunakan secara luas di
kalangan Mesoamerika budaya sampai penaklukan Spanyol . Perkamen dibuat dengan
merebus dan berdebar kulit bagian dalam pohon, sampai material menjadi cocok
untuk seni dan menulis. Bahan-bahan yang terbuat dari alang-alang ditumbuk dan
kulit adalah kertas teknis tidak benar, yang terbuat dari bubur, kain, dan
serat tanaman dan selulosa.,
Eropa
Dokumen
kertas tertua yang dikenal di Barat adalah Mozarab Misa Silos dari abad ke-11,
mungkin menggunakan kertas yang dibuat di bagian Islam dari Semenanjung Iberia
. Mereka menggunakan ganja dan linen kain sebagai sumber serat. Yang pertama
yang tercatat pabrik kertas di Semenanjung Iberia berada di XÃ tiva pada 1151.
Salinan
Alkitab Gutenberg , di AS Library of Congress
Kertas
dicatat sebagai yang diproduksi di Italia tahun 1276 dengan watermark yang
digunakan di Fabriano oleh 1300 dan pabrik didirikan di Treviso dan kota-kota
utara lainnya oleh 1340. Di Italia juga cetakan kertas yang terdiri dari kawat
logam dan sehubungan dengan itu juga watermark pertama kali diperkenalkan. Awal
Jermanmanufaktur berada di Mainz pada 1320 dengan sebuah pabrik di Nurenberg
yang didirikan oleh Ulman Stromer pada 1390.
Hanya
tentang waktu ketika ukiran kayu seni grafis teknik dipindahkan dari kain untuk
kertas di cetak master tua dancetakan populer . Pabrik pertama yang diketahui
di Inggris didirikan oleh John Tate di 1490 dekat Stevenage di Hertfordshire ,
tapi sukses secara komersial pertama pabrik kertas di Inggris tidak terjadi
sebelum 1588 ketika John Spilman mendirikan pabrik dekat Dartford di Kent dan
awalnya bergantung pada keahlian pembuatan kertas Jerman.
Penerbitan
Koran pertama di Amerika
The
Penny Press :
Perkembangan
teknologi percetakan telah mengakibatkan proses percetakan semakin cepat,
sehingga surat kabar semakin memasyarakat karena harganya murah
Newspaper
Barons
Pada
akhir abad 19, surat kabar di Amerika mengalami kejayaan karena surat kabar
melakukan promosi yang sangat agresif.
Yellow
Journalism
Surat
kabar di Amerika pada akhir abad 19 menjadi bisnis besar, karena sirkulasinya
yang semakin besar dan banyak persaingan antarpenerbit surat kabar.
Jazz
Journalism
Tahun
1919 terbit surat kabar New York Daily News yang ukurannya lebih kecil, banyak
menggunakan foto terutama pada halaman pertama, dan menampilkan satu atau dua
headline, serta menekankan unsur sex dan sensasi.
Surat
kabar pertama kali dibuat di Amerika Serikat, dengan nama “Public Occurrenses
Both Foreign and Domestick” di tahun 1690. Surat kabar tersebut diusahakan oleh
Benjamin Harris, seorang berkebangsaan Inggris. Akan tetapi baru saja terbit
sekali, sudah dibredel. Bukan karena beritanya menentang pemerintah, tetapi
hanya karena dia tidak mempunyai izin terbit. Pihak kerajaan Inggris membuat
peraturan bahwa usaha penerbitan harus mempunyai izin terbit, di mana hal ini
didukung oleh pemerintah kolonial dan para pejabat agama. Mereka takut
mesin-mesin cetak tersebut akan menyebarkan berita-berita yang dapat menggeser
kekuasaan mereka kecuali bila usaha itu dikontrol ketat.
Kemudian
surat kabar mulai bermunculan setelah negara Amerika Serikat berdiri. Saat itu,
surat kabar itupun tidak sama seperti surat kabar yang kita miliki sekarang.
Saat itu surat kabar dikelola dalam abad kegelapan dalam jurnalisme. Sebab
surat kabar telah jatuh ke tangan partai politik yang saling bertentangan.
Tidak ada usaha sedikitpun untuk membuat berita secara objektif., kecuali untuk
menjatuhkan terhadap satu sama lainnya. Washington dan Jefferson dituduh
sebagai penjahat terbesar oleh koran-koran dari lawan partainya.
Presiden
John Adams membreidel koran ”The New Republik”. Selama koran tetap dikuasai
oleh para anggota partai politik saja, maka tidak banyak yang bisa diharapkan.
Kemudian
kecerahan tampaknya mulai menjelang dunia persurat kabaran. James Gordon
Bennet, seorang berkebangsaan Skotlandia melakukan revolusinisasi terhadap
bisnis surat kabar pada 1835. Setelah bekerja di beberapa surat kabar dari
Boston sampai Savannah akhirnya dia pun mendirikan surat kabar sendiri. Namanya
”New York Herald” dengan modal pinjaman sebesar 500 dollar. Percetakannya
dikerjakan di ruang bawah tanah di Wall Street dengan mesin cetak yang sudah
tuam dan semua pekerjaan reportase dilakukannya sendiri.
Sejak
itulah berita sudah mulai dipilah-pilahkan menurut tingkat kepentingannya, tapi
tidak berdasarkan kepentingan politik. Bennet menempatkan politik di halaman
editorial. Isi korannya yang meliputi soal bisnis, pengadilan, dan kehidupan
sosial masyarakat New York memang tidak bisa dijamin keobyektifatnya, tetapi
setidaknya sudah jauh berubah lebih baik dibandingkan koran-koran sebelumnya.
Enam
tahun setelah ”Herald” beredar, saingannya mulai muncul. Horace Greely
mengeluarkan koran “The New York Tribune”. Tribune pun dibaca di seluruh
Amerika. Pembacanya yang dominan adalah petani, yang tidak peduli apakah mereka
baru sempat membaca korannya setelah berminggu-minggu kemudian. Bagi orang
awam, koran ini dianggap membawa perbaikan bagi negara yang saat itu kurang
terkontrol dan penuh bisnis yang tidak teratur.
Koran
besar yang ketiga pun muncul di New York di tahun 1851, ketika Henry J. Raymond
mendirikan koran dengan nama “The New York Times”, atas bantuan mitra usahanya,
George Jones. Raymond-lah yang mempunyai gagasan untuk menerbitkan koran yang
non partisan kepada pemerintah maupun perusahaan bisnis.
Setelah
serentetan perang saudara di Amerika usai, bisnis persuratkabaran pun
berkembang luar biasa. Koran-koran pun mulai muncul di bagian negara-negara
selain New York dan Chicago. Di selatan, Henry W. Grady dengan koran
“Konstitusi Atlanta”. Lalu, muncul koran “Daily News” dan “Kansas City Star”
yang mempunyai konsep pelayanan masyarakat sebagai fungsi dari sebuah sebuah
surat koran.
Di
New York, surat kabar dianggap sebuah bisnis yang bakal menjanjikan. Charles
Dana membeli surat kabar ”Sun” dan menyempurnakannya. Editornya, John Bogart
punya cerita sendiri tentang berita. Menurutnya ”kalau anjing menggigit
manusai, itu bukan berita. Tapi kalau manusia menggigit anjing, itu baru
namanya berita”.
Pulitzer
adalah yang pertama kali menerbitkan koran mingguan, di mana isinya ditulis
oleh para penulis terbaik yang pernah ada. Setelah Pulitzer meninggal, ”New
York World” malah menjadi yang terbesar di dunia. Orang menyebut Pulitzer
sebagai ”wartawannya surat kabar”.
Dalam
perkembangannya, surat kabar berangkat sebagai alat propaganda politik, lalu
menjadi perusahaan perseorangan yang disertai keterkenalan dan kebesaran nama
penerbitnya, dan sekarang menjadi bisnis yang tidak segemerlap dulu lagi,
bahkan dengan nama penerbit yang semakin tidak dikenal.
Perubahan
ini memberikan dampak baru. Ketika iklan mulai menggantikan sirkulasi
(penjualan langsung) sebagai sumber dana utama bagi sebuah surat kabar, maka
minat para penerbit jadi lebih identik dengan minat para masyarakat bisnis.
Ambisi persaingan untuk mendapatkan berita paling aeal tidaklah sebesar ketika
peloporan. Walaupun begitu, perang sirkulasi masih terjadi pada tahun 1920-an,
tetapi tujuan jangka panjang mereka adalah untuk mencapai perkembnagn
penghasilan dari sektor iklan. Sebagai badan usaha, yang semakin banyak
ditangani oleh para pengusaha, maka surat kabar semakin kehilangna pamornya
seperti yang dimilikinya pada abad ke-19.
Namun,
surat kabar kini mendapatkan sesuatu yang lain yang lebih penting. Surat kabar
yang mapan kini tidak lagi diperalat sebagai senjata perang politik yang saling
menjatuhkan ataupun bisnis yang individualis, melainkan menjadi media berita
yang semakin obyektif, yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada
kepentingan pihak-pihak tertentu saja.
Kenaikan
koran-koran ukuran tabloid di tahun 1920-an yang dimulai oleh ”The New York
Daily News”, memberikan suatu dimensi baru terhadap jurnalisme. Akhirnya memang
menjadi kegembiraan besar bagi kehidupan surat kabar, terutama dalam meliput
berita-berita keras. Perubahan lain yang layak mendapat perhatian adalah
timbulnya sindikasi. Berkat adanya sindikat-sindikat, maka koran-koran kecil
bisa memanjakan pembacanya dengan materi editorial, informasi, dan hiburan.
Sebab kalau tidak, koran-koran kecil itu tentu tidak dapat mengusahakan
materi-materi tersebut, lantaran biaya untuk itu tidaklah sedikit. Sindikat
adalah perusahaan yang berhubungan dengan pers yang memperjualbelikan bahan
berita, tulisan atau bahan-bahan lainuntuk digunakan dalam penerbitan pers.
Penerbitan
koran pertama di Inggris
Nathaniel
Butter dianggap sebagai orang pertama yang menciptakan surat kabar berbahasa
Inggris yang terbit secara berkala pada tahun 1622. Pada tahun 1665 di Inggris,
terdapat surat kabar pertama yang terbit teratur setiap hari bernama “Oxford
Gazette”. Ketika Henry Muddiman menjadi editor, Oxford Gazette berubah nama
menjadi “London Gazette”. Henry adalah orang pertama yang menggunakan istilah
“Newspaper”. The Daily Courant pada tahun 1702 menjadi surat kabar yang memberitakan
masalah politik dan pemerintahan.
Frankfurter
Rundschau ialah surat kabar harian Jerman, bermarkas di Frankfurt am Main.
Pertama kali terbit pada 1 Agustus 1945, sebagai surat kabar pertama di Jerman
yang diduduki AS dan kedua di Jerman pascaperang. Kini dimiliki oleh Druck und
Verlagshaus Frankfurt am Main GmbH dan mencapai oplah 181.000.
Rundschau
ialah harian kedua Jerman yang dicetak setelah PD II, dan harian pertama di
sektor Amerika. Hans Habe, seorang wartawankawakan Jerman pascaperang,
mendirikan Rundschau untuk mempropagandakan gagasan-gagasan liberal–parlemen.
Tata
letak Rundschau modern dan pendirian editorialnya progresif, atau kiri-liberal.
Surat kabar ini mempertahankan bahwa “kemerdekaan, keadilan sosial dan
kejujuran” mendasari jurnalismenya.
Masa
jabatan Dr. Wolfgang Storz sebagai pemimpin redaksi berhenti secara tiba-tiba pada
16 Mei 2006. Pemimpin redaksi berikutnya adalah Dr. Uwe Vorkötter (efektif 1
Juli 2006).
Saingan
utamanya ialah Frankfurter Allgemeine Zeitung yang bersifat
liberal-konservatif, Frankfurter Neue Presse yang konservatif, dan juga edisi
lokal tabloid konservatif Bild-Zeitung, koran terlaris di Eropa.
Pada
2003, surat kabar ini mengalami kesulitan keuangan dan didukung oleh garansi
dari negara bagian Hessen. Pada Mei 2004 perusahaan DDVG yang dimiliki SPD
(partai sosial-demokrat) memperoleh 90% saham Druck- und Verlagshaus Frankfurt
am Main (DUV), penerbit Frankfurter Rundschau. Sosial demokrat menekankan ingin
mempercayakan masa depan salah satu dari sedikitnya surat kabar harian
kiri-liberal di Jerman dan menegaskan takkan menggunakan pengaruh dalam artikel.
Hingga
2006 terakhir, sosial demokrat ingin mengurangi sahamnya hingga 50%. Untuk
menyelamatkan koran dari kepailitan, secara drastis DDVG memperpendek
ekspeditur. Dengan menggunakan pembubaran dan outsourcing, jumlah karyawan akan
berkurang sejak 3 tahun terakhir dari 1700 ke 750.
Akta
diurna
Siapa
tak kenal Julius Caesar? Ia tak hanya dikenal sebagai panglima perang ulung
tetapi juga politikus sukses, orator memesona, serta playboy nomor satu. Gaius
Julius Caesar juga seorang penulis hebat yang ikut memperkaya kesusastraan
klasik melalui karya berjudul De bello Gallico. Ia orang terpenting yang
meruntuhkan Republik Romawi. Nama Caesar pun kemudian diadopsi menjadi kaisar,
kaiser, dan czar yang merupakan sebutan hormat untuk raja. Mengingat prestasi
dan perannya dalam sejarah. tak heran jika ia menduduki tangga ke-65 dari
daftar seratus tokoh paling berpengaruh dalam sejarah versi Michael H. Hart.
Namun
sayangnya, ada satu peran Caesar yang seringkali terlupakan. Ia adalah pelopor
jurnalisme pertama di dunia. Pada tahun 59 SM, Julius Caesar membuat terobosan
baru dengan mengumumkan hasil rapat senator melalui papan pengumuman secara
rutin. Papan pengumuman itu dipasang di tempat umum agar diketahui orang
banyak. Papan-papan pengumuman itu selanjutnya disebut Acta Diurna. Acta Diurna
diakui sebagai koran generasi pertama di dunia.
Secara
harfiah Acta Diurna berarti catatan harian. Karena saat itu belum dikenal
teknologi cetak dan kertas, Acta Diurnaditulis dengan cara dipahat pada batu
atau logam. Dalam keseharian warga Romawi Kuno, papan-papan pengumuman itu
seringkali disebut acta saja. Kadang Acta Diurna juga disebut Acta Popidi atau
Acta Publica.
Pendahulu
Acta Diurna adalah Acta Senatus. Acta Senatus ini merupakan catatan rapat senat
yang tidak pernah dipublikasikan kepada masyarakat luas dan menjadi rahasia
negara. Dengan adanya Acta Diurna, Kerajaan Romawi ingin menerapkan prinsip
ketersediaan informasi bagi publik. Kelahiran Acta Diurna sendiri sekaligus
menjadi penanda peradaban dunia berbasis teks. Selain itu, Acta Diurna juga
bisa disebut proses pendokumentasian pertama dalam sejarah peradaban manusia.
Pada
perkembangannya, Acta Diurna juga berisi berita ringan seputar kelahiran,
kematian, dan pernikahan. Acta Diurna juga berisi peringatan militer,
peraturan-peraturan baru ataupun peringatan-peringatan untuk membayar pajak.
Tak hanya hasil rapat, dalam Acta Diurna juga dimuat hasil sidang perkara,
rencana kegiatan, serta profil pemimpin. Kendati isinya semakin beragam, papan
pengumuman ini tetaplah alat propaganda pemerintah. Pendek kata, Acta Diurna
menjadi alat komunikasi sekaligus alat propaganda yang penting di Romawi Kuno
kala itu.
Setiap
dua hari sekali, informasi Acta Diurna diperbarui dengan cara menurunkan batu
atau logam dari tiang penyangga dan diganti dengan yang baru. Salinan dari
papan yang sudah diturunkan ini kemudian dikirimkan ke pejabat provinsi sebagai
arsip. Kegiatan inilah yang kemudian menjadi titik munculnya kegiatan
pengarsipan seperti yang kita kenal sekarang.
Sayang
sekali sejarah Acta Diurna harus berakhir ketika pemerintahan Romawi
dipindahkan ke Konstantinopel. Papan-papan pengumuman itu diawasi sedemikian
rupa oleh pemerintah, kondisi yang pada masa kini kita sebut sensor. Ujung
cerita, Acta Diurna tak lagi dipasang sebagai bentuk kontrol pemerintah.
Jelas
sekali bahwa Acta Diurna adalah alat komunikasi massa pertama. Papan pengumuman
ini sekaligus mengawali kegiatan pengarsipan dan pendokumentasian dalam bentuk
tertulis. Meski bentuk Acta Diurna masih sederhana, tak diragukan lagi peran
Julius Caesar dalam dunia jurnalistik sangatlah besar. Jika ditilik dari
definisi jurnalis yaitu mengumpulkan, menulis, dan menyebarkan informasi,
Caesar bisa disebut jurnalis pertama di dunia. Menjadi pelopor jurnalisme dunia
bukanlah peran yang begitu saja bisa dilupakan.
Pers
Pada masa Penjajahan Jepang
Pers
di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintahan Jepang dan
sifat pro-Jepang. Beberapa harian yang muncul pada masa itu, antara lain:
§ Asia
Raya di Jakarta.
§ Sinar
Baru di Semarang.
§ Suara
Asia di Surabaya.
§ Tjahaya
di Bandung.
Pers
nasional masa pendudukan Jepang memang mengalami penderitaan dan pengekangan
kebebasan yang lebih daripada zaman Belanda. Namun, ada beberapa keuntungan
yang didapat oleh para wartawan atau insan pers di indonesia yang bekerja pada
penerbitan Jepang, antara lain sebagai berikut:
Pengalaman
yang diperoleh para karyawan pers Indonesia bertambah. Fasilitas dan alat-alat
yang digunakan jauh lebih banyak daripada masa pers zaman Belanda. Para
karyawan pers mendapatkan pengalaman banyak dalam menggunakan berbagai
fasilitas tersebut.
Penggunaan
bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin seering dan luas. Penjajah Jepang
berusaha menghapus bahasa Belanda dengan kebijakan menggunakan bahasa Indonesia
dalam berbagai kesempatan. Kondisi ini sangat membantuk perkembangan bahasa
Indonesia yang nantinya juga menjadi bahasa nasional.
Adanya
pengajaran untuk rakyat agar berfikir kritis terhadap berita yang disajikan
oleh sumber-sumber resmi Jepang. Selain itu, kekejaman dan penderitaan yang
dialami pada masa pendudukan Jepang memudahkan para pemimpin bangsa memberikan
semangat untuk melawan penjajah.
Pers
Pada Masa penjajahan Belanda
Pada
tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619
menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang
ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar”
pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC. Pada Maret 1688,
tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi
pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor
perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan
Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar
yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa.
Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan.
Tujuan
pendirian pers masa itu :
· Untuk
menegakkan penjajahan
· Menentang
pergerakan rakyat
· Melancarkan
perdagangan
· Pers
Pada zaman Orde lama
berjalan
antara tahun 1945-1966. Pers orde lama dimulai ketika Indonesia merdeka.
Wartawan Indonesia mengambil alih percetakan-percetakan asing dan mulai
menerbitkan surat kabarnya sendiri. Tidak bertahan beberapa lama, Belanda
kembali dan ingin kembali menjajah sehingga surat kabar dalam negeri harus
terasing dengan surat kabar Belanda yang melakukan propaganda pemberitaan agar
masyarakat mau kembali kepada masa Pemerintahan Belanda. Indonesia berhasil
mempertahankan kemerdekaannya, dan memilih menjalankan demokrasi liberal. Dalam
masa ini, pers memiliki kebebasan untuk menerbitkan surat kabar sesuai dengan
aliran atau sesuai partai politik yang didukung (kurang lebih sama dengan apa
yang dimiliki pers saat ini).
Menyusul
ketegangan yang terjadi dalam pemerintahan, Presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang kemudian menjadi akhir dari kebebasan pers.
Dimulai dari itu, Indonesia menganut demokrasi terpimpin. Sistem otoriter
tersebut kemudian memaksa pers untuk tunduk pada pemerintahan. Segala aktivitas
dan pemberitaan yang dilakukan oleh pers harus melalui sensor. Bahkan setiap
Pers harus memperoleh SIT atau Surat Ijin Terbit dari pemerintah.
Pemberedelan
beberapa surat kabar dilakukan oleh pemerintah setelah peringatan yang
diberikan oleh menteri penerangan, Maladi. Pemberedelan dilakukan bukan hanya
kepada surat kabar asing namun juga surat kabar dalam negeri. Pers yang ingin
tetap bertahan harus mau menjadi alat pemerintah untuk menggerakkan massa dan
mengikuti kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Tidak hanya media
pers surat kabar, bahkan media pers televisi yang saat itu hanya ada TVRI
bahkan diperalat pemerintah dan menjadi sarana komunikasi politik yang dikuasai
pemerintah. Pers yang awalnya adalah pers perjuangkan yang melawan pemerintahan
Belanda ( penjajah ) beralih menjadi pers simpatisan yang cenderung menjadi
pendukung dari partai-partai politik tertentu.
Pers
Pada Orde Baru
Pers
pada masa orde baru dimulai ketika pemerintahan Presiden Soeharto (1966-1998).
Dari sistem otoriter (paham demokrasi terpimpin) pemerintahan Presiden
Soekarno, Presiden Soeharto membawa Indonesia kepada sistem Demokrasi
pancasila. Pers Indonesia disebut sebagai pers pancasia, yaitu pers yang
orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan
bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang
benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang
konstruktif.
Sama
halnya dengan pemerintahan orde lama, kebebasan pers pada masa orde baru juga
terjadi beberapa waktu saja menyusul terjadinya insiden ‘Malari’ atau Lima
belas januari 1974. Pers dalam masa orde baru kehilangan identitas sebagai
media independen yang bebas berpendapat dan menyampaikan informasi. Dunia pers
dikekang dan mendapat tekanan dari segala aspek. Pers memutuskan terus
mengikuti permainan politik pada jaman itu, kemudian banyak media massa yang
mempublikasikan tulisan-tulisan berisi kritik terhadap pemerintah beserta
keburukan pemerintah, lantas pada tahun 1994 banyak media yang diberedel oleh
pemerintah. Tempo adalah majalah satu-satunya yang berjuang dan terus melawan
pemerintah orde baru melalui publikasi tulisan-tulisan. Pemerintah memegang
kendali seluruh aspek, terutama dalam bidang pers, bahkan tidak ada bedanya
dengan pemerintahan otoriter Presiden Soekarno. Pada masa orde baru, juga ada
SIUPP yaitu Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers ( sama halnya SIT pada
kepemimpinan Soekarno), tujuannya adalah agar pemerintah dapat mengontrol
secara penuh keberadaan media pers. Dewan pers pada masa orde baru difungsikan
oleh pemerintah untuk melindungi kepentingan pemerintah dan konglmerat saja,
bukan melindungi insan pers dan masyarakat.
Pers
di era orde lama dan orde baru dapat dikategorikan ke dalam periode kedua di
mana kontrol Negara terhadap pers – meski di masa-masa awal berkuasanya rezim,
hubungan harmoni masih dapat terlihat – sangat besar sehingga mematikan
dinamika pers. Setelah penyerahan kedaulatan Jepang pada 15 Agustus 1945,
wartawan Indonesia mengambil alih semua fasilitas percetakan surat kabar dari
tangan Jepang dan berupaya menerbitkan surat kabar sendiri. Surat kabar pertama
yang terbit di masa republik itu bernama Berita Indonesia yang terbit di
Jakarta sejak 6 September 1945.
Kondisi
perpolitikan di Indonesia dalam tahun-tahun 1945-1958 dapat dikatakan masih
sangat panas. Pertikaian dengan Belanda ataupun Jepang belum lagi tuntas, dan
pergolakan di beberapa tempat dengan pihak Belanda ataupun Jepang yang belum
menarik diri masih terjadi. Sebagai upaya serangan balik terhadap propaganda
anti Belanda yang dilancarkan oleh surat kabar-surat kabar republik, maka
Belanda juga menerbitkan surat kabar berbahasa Indonesia, diantaranya Fadjar
(Jakarta), Soeloeh Rakyat (Semarang), Pelita Rakyat (Surabaya), serta
Padjajaran dan Persatoean (Bandung). Pada masa itu, sebagian besar surat kabar
terbit dalam empat halaman, dikarenakan kurangnya pendanaan dan percetakan yang
masih minim.
Pada
Desember 1948 di Indonesia telah terbit 124 surat kabar dengan total tiras
405.000 eksemplar. Tetapi pada April 1949, jumlah surat kabar berkurang menjadi
hanya 81 dengan tiras 283.000 eksemplar. Ini diakibatkan oleh Agresi Militer
Belanda Kedua yang terjadi pada Desember 1948. Sementara, jangkauan tiras
berubah dari 500 menjadi 5.000 eksemplar. Sepanjang periode ini, pers Indonesia
semakin memperkuat semangat kebangsaan, mempertajam teknik berpolemik, dan
mulai memperlihatkan peningkatan semangat partisan.
Awal
Kemerdekaan (1942-1945)
Pers
di awal kemerdekaan dimulai pada saat jaman jepang. Dengan munculnya ide bahwa
beberapa surat kabar sunda bersatu untuk menerbitkan surat kabar baru Tjahaja
(Otista), beberapa surat kabar di Sumatera dimatikan dan dibuat di Padang Nippo
(melayu), dan Sumatera Shimbun (Jepang-Kanji). Dalam kegiatan penting mengenai
kenegaraan dan kebangsaan Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sejumlah wartawan pejuang dan pejuang
wartawan turut aktif terlibat di dalamnya. Di samping Soekarno, dan Hatta,
tercatat antara lain Sukardjo Wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar
Dewantara, Otto Iskandar Dinata, G.S.S Ratulangi, Adam Malik, BM Diah, Sjuti
Melik, Sutan Sjahrir, dan lain-lain.
Penyebarluasan
tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan oleh
wartawan-wartawan Indonesia di Domei, di bawah pimpinan Adam Malik. Berkat
usaha wartawan-wartawan di Domei serta penyiar-penyiar di radio, maka praktisi
pada bulan September 19945 seluruh wilayah Indonesia dan dunia luar dapat
mengetahui tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
RRI
(Radio Republik Indonesia) terbentuk pada tanggal 11 September 1945 atas
prakasa Maladi. Dalam usahanya itu Maladi mendapat bantuan dari rekan-rekan
wartawan lainnya, seperti Jusuf Ronodipuro, Alamsjah, Kadarusman, dan
Surjodipuro. Pada saat berdirinya, RRI langsung memiliki delapan cabang
pertamanya, yaitu di Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, dan
Surabaya.
Surat
kabar Republik I yang terbit di Jakarta adalah Nerita Indonesia, yang terbit
pada tanggal 6 September 1945. Surat kabar ini disebut pula sebagai cikal bakal
Pers nasional sejak proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, perkembangan pers republic sangat
pesat, meskipun mendapat tekanan dari pihak penguasa peralihan Jepang dan
Sekutu/Inggris, dan juga adanya hambatan distribusi.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di Sumatera dan sekitarnya, usaha
penyebarluasan berita dilakukan mula-mula berupa pamflet-pamflet, stensilan,
sampai akhirnya dicetak, dan disebar ke daerah-daerah yang terpencil.
Pusat-pusatnya ialah di Kotaraja (sekarang Banda Aceh), Sumatera Utara di Medan
dimana kantor berita cabang Sumatera juga ada di Medan, lalu Sumatera Barat di
Padang, Sumatera Selatan di Palembang. Selain itu, di Sumatera muncul surat
kabar-surat kabar kaum republik yang baru, di samping surat surat kabar yang
sudah ada berubah menjadi surat kabar Republik, dengan nama lama atau berganti
nama.
Setelah
Indonesia Merdeka (1945-1959)
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan RI
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Sulawesi dan sekitarnya, kalangan
pers selalu mendapat tekanan-tekanan, seperti yang dialami Manai Sophiaan yang
mendirikan surat kabar Soeara Indonesia di Ujung Pandang. Di Manado dan
sekitarnya (Minahasa) tekanan dari pihak penguasa pendudukan selalu dialami
oleh kalangan pers. Di daerah terpencil, seperti Ternate yang merupakan daerah
yang pertama kali diduduki oleh tentara Sekutu, para pejuang di kalangan pers
tetap mempunyai semangat tinggi.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Jawa dan sekitarnya, pertumbuhan
pers paling subur, bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di wilayah RI
ini. Hal itu disebabkan jumlah wartawan yang lebih banyak dan juga karena pusat
pemerintahan RI ada di Jawa. Pusat-pusatnya, adalah di Jakarta, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Solo, dan Surabaya.
Sementara
itu, para wartawan dan penerbit sepakat untuk menyatukan barisan pers nasional,
karena selain pers sebagai alat perjuangan dan penggerak pembangunan bangsa.
Kalangan pers sendiri masih harus memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi
masa kini dan masa mendatang. Untuk itulah, maka kalangan pers membutuhkan
wadah guna mempersatukan pendapat dan aspirasi mereka. Hal tersebut terwujud
pada tanggal 8-9 Februari 1946, dengan terbentuknya Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) di Solo atau Surakarta.
Era
Reformasi
Suatu
pencerahan datang kepada kebebasan pers, setelah runtuhnya rezim Soeharto pada
tahun 1998. Pada saat itu rakyat menginginkan adanya reformasi pada segala
bidang baik ekonomi, sosial, budaya yang pada masa orde baru terbelenggu.
Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi
masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan
ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini,
pers telah memainkan peran sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi
yang diperluaskan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini
publik dalam rangka mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan
penyelenggara negara.
Peran
inilah yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia.
Setidaknya, antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan
opini publik yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini
mencerminkan keberhasilan tersebut.
Setelah
reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia mengalami perubahan yang luar
biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya
media-media baru cetak dan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen.
Keberanian pers dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers
Indonesia.
Pers
yang bebas merupakan salah satu komponen yang paling esensial dari masyarakat
yang demokratis, sebagai prasyarat bagi perkembangan sosial dan ekonomi yang
baik. Keseimbangan antara kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial menjadi
sesuatu hal yang penting. Hal yang pertama dan utama, perlu dijaga jangan
sampai muncul ada tirani media terhadap publik. Sampai pada konteks ini, publik
harus tetap mendapatkan informasi yang benar, dan bukan benar sekadar menurut
media. Pers diharapkan memberikan berita harus dengan se-objektif mungkin, hal
ini berguna agar tidak terjadi ketimpangan antara rakyat dengan pemimpinnya mengenai
informasi tentang jalannya pemerintahan.
Sayangnya,
berkembangnya kebebasan pers juga membawa pengaruh pada masuknya liberalisasi
ekonomi dan budaya ke dunia media massa, yang sering kali mengabaikan unsur
pendidikan. Arus liberalisasi yang menerpa pers, menyebabkan Liberalisasi
ekonomi juga makin mengesankan bahwa semua acara atau pemuatan rubrik di media
massa sangat kental dengan upaya komersialisasi. Sosok idealisme nyaris tidak
tercermin dalam tampilan media massa saat ini. Sebagai dampak dari
komersialisasi yang berlebihan dalam media massa saat ini, eksploitasi terhadap
semua hal yang mampu membangkitkan minat orang untuk menonton atau membaca pun
menjadi sajian sehari-hari.
Pers
Indonesia pada masa Penjajahan BelandaPada tahun 1907, golongan kaum ningrat
(priyayi) memelopori terbitnya persnasional, yakni mingguan medan prijaji.
Pemimpin redakturnya adalah R.M.Tirtoadisuryo. Sesuai dengan namanya mulai
tahun 1910, medan prijaji terbit sebagaiharian.Pertumbuhan pers diawasi dengan
ketat karena dikhawatirkan merugikan kebijakan politik pemerintah penjajah.
Pemerintah penjajah (Belanda) merasa ketentuan-ketentuan pidana dalam KUHP
(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan artikel-artikel tambahanKUHP, belum
cukup memadai mengendalikan pers. Selanjutnya,diterbitkan aturan
Persbreidel Ordonantie
,
yaitu aturan atau undang-undang tentang penghentian penerbitan pers. Aturan ini
akan diberlakukan terhadap surat kabar dan sejenisnya yang pemberitaannya
dinilai membahayakan pemerintahan penjajah.
Pers Indonesia pada masa penjajahan jepangPers
masa ini mengalami kemunduran. Pers dipaksa untuk mendukung kepentingan jepang.
Akhirnya, pers hanya digunakan semata-mata sebagai alat pemerintah jepang.Hanya
ada satu surat kabar yang terbit (secara illegal), yaitu
Berita Indonesia
.
Surat kabarini penerbitnya di pelopori oleh
Soeadi
Tahsin
(pelajar Kenkoku Gakunkin).Penyebarluasan
Berita Indonesia
ini bertujuan untuk mengimbangi propoganda
pemerintah penjajah Jepang yang disiarkan melalui
Berita Goenseikanbu,
surat
kabarmilik pemerintah yang difungsikan untuk mendukung dan menyebarluaska
kebijakan politi pemerintah penjajah. Surat kabar ii intinya berisi
propaganda-propaganda Jepangagar rakyat Indonesia bersedia membantu jepang
dalam perangnya melawan tentaraserikat.
Pers Indonesia pada masa Orde LamaPada masa
Orde Lama, dengan prinsip demokrasi terpimpin pemerintahmenetapkan asas Manipol
Usdek, pers atau penerbitan yang tidak mencantumkan ManipolUsdek dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya dan tidak mendukungkebijaksanaan pemerintah
akan dilarang terbit atau di beredel. Pers pada masa itu harustegas dan jelas
menyuarakan aspirasi politik tertentu.
Pers Indonesia pada masa Orde BaruMasa ini
adalah masa kepemimpinan presiden soeharto. Pada masa Orde Baruditerbitkan UU
No. 11 Tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok Pers, yangkemudian diubah
dengan UU No. 4 Tahun 1967, dan selanjutnya diubah UU No. 21 1982,yang pada
prinsipnya mengikat dan mengendalikan kebebasan pers.Dewan Pers pada sidang
Pleno XXV di Surakarta pada tanggal 7 -8 Desember 1984menetapkan pers pancasila
yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk memperkuat status politik pemerintah
Orde Baru.
Pers Indonesia pada masa Era ReformasiPada
masa ini, pers Indonesia memperoleh kebebasan. Akibatnya banyak bermunculan
pers baru. Pada masa ini dikeluarkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang
pers.Kenyataan sejarah menunjukkan peranan pers dalam mendukung perjuangan
bnagsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang bersatu,
merdeka,dan mengisi kemerdekaan, membangun memajukan kehidupan bangsa dan
negaranya.
Referensi
http://ratnanism.blogspot.com/2012/12/sejarah-jurnalistik-di-dunia-dan-di.html
http://blogpenemu.blogspot.com/2014/02/penemu-mesin-cetak-johannes-gutenberg.html
http://kotak-karton-gelombang.blogspot.com/2009/01/sejarah-penemuan-kertas.html
https://elisabetyas.wordpress.com/2010/04/14/sejarah-surat-kabar-dan-perwajahannya/
http://www.wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar