Responsive Ads Here

Selasa, 20 Maret 2018

Sejarah Peringatan Hari Pers Nasional dan Internasional


Sejarah Peringatan Hari Pers Nasional dan Internasional

NASIONAL

Jumpa Pers Mahkamah Konstitusi/ANTARA FOTO
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) didampingi para hakim konstitusi memberikan keterangan pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar di Jakarta, Kamis 26 Januari 2017. Mahkamah Konstitusi menyatakan siap bekerja sama dengan KPK guna mengungkap kasus tersebut.*
PERINGATAN Hari Pers Nasional (HPN) setiap tanggal 9 Februari didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985. Keputusan Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985 itu menyebutkan bahwa pers nasional Indonesia mempunyai sejarah perjuangan dan peranan penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.

Akan tetapi, sebelum keputusan itu, HPN telah digodok sebagai salah satu butir keputusan Kongres ke-28 Persatuan Wartawan (PWI) di Padang, Sumatera Barat, pada 1978. Kesepakatan tersebut, tak terlepas dari kehendak masyarakat pers untuk menetapkan satu hari bersejarah untuk memperingati peran dan keberadaan pers secara nasional.

Pada sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung tanggal 19 Februari 1981, kehendak tersebut disetujui oleh Dewan Pers untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah sekaligus menetapkan penyelenggaraan Hari Pers Nasional.

Lebih jauh, HPN tidak bisa dilepaskan dari fakta sejarah mengenai peran penting wartawan sebagai aktivis pers dan aktivis politik. Sebagai akivis pers, wartawan bertugas dalam pemberitaan dan penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional serta sebagai aktivis politik yang menyulut perlawanan rakyat terhadap kemerdekaan.

Peran ganda tersebut tetap dilakukan wartawan hingga setelah proklamasi kemerdekaan, 17 Agustus 1945. Bahkan, pers kemudian mempunyai peran strategis dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan.

Pada 1946, aspirasi perjuangan wartawan dan pers Indonesia kemudian beroleh wadah dan wahana yang berlingkup nasional pada 9 Februari 1946 dengan terbentuknya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Lahirnya PWI di tengah situasi perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dari ancaman kembalinya penjajahan, melambangkan kebersamaan dan kesatuan wartawan Indonesia dalam tekad dan semangat patriotiknya untuk membela kedaulatan, kehormatan, serta integritas bangsa dan negara.

Kehadiran PWI juga diharapkan mampu menjadi tombak perjuangan nasional menentang kembalinya konolialisme dan dalam menggagalkan negara-negara boneka yang hendak meruntuhkan Republik Indonesia.

Sejarah lahirnya surat kabar dan pers itu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dari sejarah lahirnya idealisme perjuangan bangsa mencapai kemerdekaan. Hadir dari kesadaran itu, pada 6 Juni 1946 di Yogyakarta, tokoh-tokoh surat kabar dan tokoh-tokoh pers nasional berkumpul untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS).

SPS menyerukan agar barisan pers nasional perlu segera ditata dan dikelola baik dalam segi ide serta komersialnya. Hal itu mengingat bahwa pada kala itu pers penjajah dan pers asing masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya.

Jika ditilik lebih jauh, sebetulnya SPS telah lahir jauh sebelum tanggal 6 Juni 1946, yaitu tepatnya telah ada empat bulan sebelumnya bersamaan dengan lahirnya PWI di Surakarta pada tanggal 9 Februari 1946. Karena kesamaan itulah, banyak orang yang kemudian menjuluki SPS dan PWI sebagai “kembar siam”. Pada 9-10 Februari itulah, wartawan dari seluruh Indonesia berkumpul dan bertemu. Mereka datang dari beragam kalangan wartawan, seperti pemimpin surat kabar, majalah, wartawan pejuang dan pejuang wartawan.

Dari pertemuan besar pertama itu, mereka berhasil memutuskan beberapa poin di antaranya (a) menyetujui dibentuknya PWI yang diketuai oleh Mr. Sumanang Surjowinoto dengan sekretaris Sudarto Tjokrosisworo, (b) membentuk 8 komisi yang bertugas merumuskan hal ihwal persuratkabaran nasional serta usaha koordinasinya ke dalam satu barisan pers nasional dengan satu tujuan, yaitu ”Menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Belanda, mengobarkan nyala revolusi, dengan mengobori semangat perlawanan seluruh rakyat terhadap bahaya penjajahan, menempa persatuan nasional, untuk keabadian kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan rakyat.” Kemudian, komisi 10 orang tersebut dinamakan ”Panitia Usaha”.

Baru setelah 26 tahun, pengalaman pers nasional dan kesulitan di bidang percetakan kemudian melahirkan Serikat Grafika Pers (SGP) pada pertengahan tahun 1960-an. Kesulitan semakin mencekik ketika kemerosotan peralatan cetak dalam negeri digempur kecanggihan teknologi mutakhir luar negeri.

Kelimpungan dengan hal itu, tergeraklah keinginan untuk meminta pemerintah ikut mengatasi kesulitan tersebut untuk memperbaiki keadaan pers nasional dan berkontribusi dalam pengadaan peralatan cetak dan bahan baku pers. Hingga akhirnya, pada Januari 1968 dilayangkan nota permohonan kepada Presiden Soeharto.

Menanggapi hal itu, pemerintah mengesahkan Undang-Undang penanaman modal dalam negeri yang menyediakan fasilitas keringanan pajak dan bea masuk serta dimasukkannya grafika pers dalam skala prioritas telah memacu berdirinya usaha-usaha percetakan baru.

Menyusul berbagai kegiatan persiapan, berlangsunglah Seminar ke-1 Grafika Pers Nasional pada Maret 1974 di Jakarta. Kemudian, keinginan untuk membentuk wadah grafika pers SGP terwujud pada 13 April 1974.

Persatuan Perusahaan periklanan Indonesia (P3I) ditetapkan sebagai anggota organisasi pers nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pers. Penetapan tersebut, disusul bahwa bidang usaha (aspek komersial) periklanan berada di bawah pembinaan Departemen perdagangan dan Koperasi sedangkan bidang operasionalnya (aspek idenya) ditempatkan dalam pembinaan Departemen Penerangan.

Pers selalu mengalami dinamika permasalahannya dari masa ke masa. Bukan saja pada masa Orde Baru, namun juga sebelum Orde Baru hingga saat ini mulai dari belenggu kolonialisme hingga kebebasan pers yang dibungkam. Maka dari itu, diharapkan, melalui peringatan HPN, insan pers dan masyarakat sudah seharusnya senantiasa berbenah dan mewujudkan cita-cita Indonesia. (Nurul Nur Azizah)***

INTERNASIONAL

Sejarah Jurnalistik Dunia

 Sejarah jurnalistik di mulai pada masa Romawi kuno, pada masa pemerintahan Julius Caesar (100-44 SM). Pada waktu itu, ada acta diurna berisi hasil uji coba semua, peraturan baru, keputusan senat dan informasi penting lainnya yang dipasang di pusat kota yang disebut Stadion Romawi atau “Forum Romanum”.

Surat kabar pertama diterbitkan di Cina pada tahun 911, Pau Kin. Koran ini dimiliki oleh pemerintah ketika masa Kaisar Quang Soo. Tidak berbeda dalam Age of Caesar, Kin Pau mengandung berita keputusan, pertimbangan dan informasi lain dari Istana. Pindah ke Jerman, tahun 1609, penerbitan surat kabar pertama bernama Avisa Relation Order Zeitung. Pada 1618, surat kabar tertua di Belanda bernama Coyrante uytItalien en Duytschland. Surat kabar pertama di Inggris diterbitkan pada 1662 bernama Oxford Gazette (later the London) dan diterbitkan terus menerus sejak pertama kali muncul. Surat kabar pertama di Perancis, the Gazette de France, didirikan pada tahun 1632 oleh raja Theophrastus Renaudot (1.586-1.653), dengan perlindungan Louis XIII. Semua surat kabar yang terkena sensor prepublication, dan menjabat sebagai instrumen propaganda untuk monarki.

Industri surat kabar mulai menunjukkan kemajuan yang luar biasa ketika budaya membaca di masyarakat semakin meluas. Terlebih ketika memasuki masa Revolusi Industri, di mana industri surat kabar diuntungkan dengan adanya mesin cetak tenaga uap, yang bisa meningkatkan kinerja untuk memenuhi permintaan publik akan berita.

Pada pertengahan 1800-an bisnis berita mulai berkembang. Organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Pasalnya, para pengusaha surat kabar dapat lebih menghemat pengeluarannya dengan berlangganan berita kepada kantor-kantor berita itu daripada harus membayar wartawan untuk pergi atau ditempatkan di berbagai wilayah. Kantor berita yang masih beroperasi hingga hari ini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis).

Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst. Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu “meningkatkan penjualan!”.
Jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi.
Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme professional.

Penemuan Mesin Cetak

Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenbergadalah seorang pandai logam dan pencipta berkebangsaan Jerman yang memperoleh ketenaran berkat sumbangannya di bidang teknologi percetakan. Gutenberg (1398- 3 Februari 1468) Tradisi menamainya sebagi pencipta movable type di Eropa, suatu perbaikan sistem pencetakan blok yang sudah digunakan di wilayah tersebut.

Karya utamanya, Alkitab Gutenberg (juga dikenal sebagai Alkitab 42 baris), telah diakui memiliki estetika dan kualitas teknikal yang tinggi. Gutenberg juga diakui karena memperkenalkan tinta berbasis minyak yang lebih tahan lama dibandingkan tinta berbasis air yang dulu dipergunakan. Sebagai bahan percetakan dia menggunakan naskah yang terbuat dari kulit binatang dan kertas, yang terakhir diperkenalkan di Eropa dari Cina dengan menggunakan cara orang Arab beberapa abad yang lalu.

Masa muda

Gutenberg lahir di kota Mainz, Jerman, sebagai putra bungsu dari pedagang kelas atas Friele Gensfleisch zur Laden, dari istri keduanya, Else Wyrich. Menurut beberapa laporan Friele adalah seorang tukang emas untuk uskup di Mainz, namun kemungkinan besar ia juga melakukan perdagangan kain sebagai sumber penghasilannya. Tahun kelahiran Gutenberg tidak diketahui persis namun kemungkinan besar sekitar 1398.

Ia menerima latihan awal sebagai seorang tukang emas. Pada tahun 1411, terjadi pemberontakan di Mainz, sehingga dia harus pindah ke Strasbourg dan tinggal di sana selama 20 tahun. Di Strasbourg, beliau menyambung hidupnya dengan membuat barang yang terbuat logam. Gutenberg menghasilkan hiasan kecil bercermin untuk dijual kepada peziarah agama Kristen. Dia kemudiannya pulang ke Mainz dan bekerja sebagai seorang tukang emas.

Penemuan percetakan

Mesin Cetak karya Gutenberg (ilustrasi)

Gutenberg bukanlah penemu yang pertama, hal ini terbukti dengan adanya bentuk pencetakan yang sangat sederhana yang dapat ditemukan di Cina dan Korea sekitar tahun 175 AD. Tampilan yang terbalik di atas kayu, dan kemudian perunggu telah dibuat pada tahun ini. Alat ini kemudian dibubuhi tinta kemudian ditempatkan di atas secarik kertas dan digosok dengan lembut menggunakan sebuah tongkat bambu.

Terobosan besar datang sekitar tahun 1440 oleh Johannes Gutenberg dari kota Mainz, Jerman. Gutenberg menciptakan sebuah metode pengecoran potongan-potongan huruf di atas campuran logam yang terbuat dari timah. Potongan-potongan ini dapat ditekankan ke atas halaman berteks untuk percetakan. Metode penemuan pencetakan oleh Gutenberg secara keseluruhan bergantung kepada beberapa elemennya diatas penggabungan beberapa teknologi dari Asia Timur seperti kertas, pencetakan dari balok kayu dan mungkin pencetakan yang dapat dipindahkan, ciptaan Bi Shen, ditambah dengan permintaan yang meningkat dari masyarakat Eropa untuk pengurangan harga buku-buku yang terbuat dari kertas. Metode pengetikan ini bertahan selama sekitar 500 tahun.

Karya Johannes Gutenberg dalam mesin cetak di mulai sekitar 1436 ketika dia sedang bekerja sama dengan Andreas Dritzehan, seseorang yang pernah dibimbing oleh Gutenberg dalam pemotongan batu permata, dan Andreas Heilmann, pemilik pabrik kertas. Tetapi rekor resmi itu baru muncul pada tahun 1439 ketika ada gugatan hukum melawan Gutenberg; saksi-saksi yang ada membicarakan mengenai cetakan Gutenberg, inventaris logam (termasuk timah), dan cetakan ketikannya.

Ide Gutenberg yang terpenting tercetus ketika dia bekerja sebagai tukang emas di Mainz. Dia mendapat ide untuk menghasilkan surat pengampunan dengan membentuk kop huruf untuk mencetak surat pengampunan dengan banyak agar dia mendapat banyak uang untuk membayar hutang-hutangnya ketika dia bekerja sebagai tukang logam dahulu. Waktu itu, buku dan surat ditulis dengan tulisan aksara latin dengan tangan dan mengandung banyak kesalahan ketika penyalinan, juga kekurangannya selain itu ialah lambat.

Oleh karena itu, Gutenberg pertama kalinya membuat acuan huruf logam dengan menggunakan timah hitam untuk membentuk tulisan aksara latin . Pada mulanya, Gutenberg terpaksa membuat hampir 300 bentuk huruf untuk meniru bentuk tulisan tangan yang berbentuk tegak-bersambung. Setelah itu, Gutenberg membuatkan untuk mereka mesin cetak yang bergerak untuk mencetak. Mesin cetak bergerak inilah sumbangan terbesar Gutenberg. Setelah menyempurnakan mesin cetak bergeraknya, Gutenberg mencetak beribu-ribu surat pengampunan yang disalah gunakan oleh Gereja Katolik untuk mendapatkan uang. Penyalah-gunaan ini merupakan puncak timbulnya bantahan daripada sebagian pihak seperti Martin Luther.


Pencetakan Alkitab

Pada tahun 1452, Gutenberg mendapatkan pinjaman uang dari Johann Fust untuk memulakan proyek pencetakan Alkitab yang terkenal. Namun, Gutenberg telah dipecat dari pengurusan percetakan Alkitab itu sebelum dia disiapkan sepenuhnya disebabkan Gutenberg dituduh mencetak surat pengampunan, kalender dan buku bacaan ringan sebagai pengisi waktu luang. Bagaimanapun Alkitab yang dihasilkan masih dikenal sebagai Alkitab Gutenberg yang mengandung 42 baris setiap halaman disiapkan yang pada 15 Agustus 1456 dan dianggap sebagai buku bercetak tertua di dunia barat.

Dua ratus jilid salinan Alkitab Gutenberg telah dicetak, sebagian kecilnya (lebih kurang 50) dicetak di atas kulit lembu muda. Alkitab Gutenberg yang cantik dan mahal itu dijual dengan harga tiga tahun gaji seorang kuli biasa. Buku itu dijual di Pameran Buku Franfurt pada tahun 1456. Secara kasar, hampir seperempat Bible Gutenberg masih terawat sampai sekarang.

Penemuan dan kontribusi lain

Selain menjadi ahli dalam bidang percetakan, Gutenberg juga menciptakan bahan sampingan percetakan seperti tinta dan cetakan huruf. Tinta yang digunakan terbuat dari campuran minyak, tembaga, dan timah hitam yang masih bagus warnanya. Tinta itu adalah bentuknya lain daripada tinta untuk menulis biasa karena tinta percetakan lebih pekat dan lebih lengket. Gutenberg juga telah menyempurnakan campuran logam untuk membentuk cetakan huruf dengan gabungan timah hitam, antimon dan timah yang masih baru digunakan hingga abad ke 20.

Gutenberg juga dipercayai untuk bekerja yang tugasnya ialah menyiapkan Ensiklopedia Catholicon of Johannes de Janua, setebal 748 halaman dengan 2 ruangan setiap halaman dan 66 baris setiap satu ruangan. Pada akhir hayatnya dia diterima sebagai pengiring kepada uskup besar Mainz.

Majalah Life menganggap Mesin Cetak adalah penemuan yang paling luar biasa pada 1000 tahun terakhir. Penting untuk disadari bahwa abjad mungkin merupakan kunci keberhasilan mesin cetak.



Kematian

Pada tahun 1468 Gutenberg meninggal karena Serangan Jantung, dan dimakamkan di gereja Franciscan, Mainz.

Penemuan Kertas

sekitar 2.200SM, orang Mesir kuno menemukan sejenis buluh yang disebut papyrus (lontar) yang ternyata dapat dipergunakan untuk media tulis yang lebih stabil dan dapat diandalkan.

Meskipun penggunaan papyrus menyebar jauh di luar Mesir, kulit binatang juga masih banyak digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan tertulis. Kulit sapi, kambing dan domba dicuci dan direntangkan pada bingkai dan dilapisi dengan kapur berbentuk pasta yang membantu menghilangkan lemak dan bulu. Sesudah kering, permukaan dihaluskan dengan menggosok memakai batu. Bahan yang sudah siap disebut perkamen dan digunakan secara luas diseluruh Eropa sejak 170 SM. Perkamen yang berkualitas tinggi sangat langka sehingga harus diperlakukan secara halus dan sering digunakan lebih dari sekali.

Media tulis awal ini memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan kebudayaan manusia tetapi memang kurang praktis. Hal ini berubah sejak Tsai Lun pada th 250 SM memulai percobaannya dan memperkenalkan kertas ke dunia.

Pada abad kedua, pembuat Pada abad kedua, pembuat kertas di
Cina menaruh potongan-potongan kulit kayu bagian dalam dari pohon Mulberry pada suatu tempat yang kuat, sering juga berupa batu yang berlubang dan dicampur dengan air. Dengan menggunakan palu atau alat pemukul lain, potongan kayu tersebut ditumbuk sehingga menjadi bubur berserat yang dalam istilah sekarang disebut sebagai ‘pulp’. Pulp tersebut kemudian dituangkan kedalam cetakan yang dangkal yang sebelumnya dilapisi dengan kain berbentuk seperti saringan. Kemudian cetakan ini dijemur di bawah sinar matahari dan ketika air telah menguap, maka hanya serat selulose yang tinggal dalam cetakan. Selanjutnya kertas diangkat dari cetakan tersebut. Ini adalah bentuk yang primitif dari kertas.

Pada abad ke 13, teknologi pembuatan kertas telah merambah Spanyol, tetapi masih membutuhkan 300 tahun lagi baru teknologi tersebut menyebar ke Perancis, Jerman, Itali dan Inggris dimana tercatat pabrik kertas Inggris yang pertama kali diketahui dibangun di Hertfordshire pada th 1490. Di negara-negara Eropa, saringan kawat yang halus menggantikan fungsi kain saringan dan serat linen menggantikan kulit kayu mulberry yang sangat sulit diperoleh di daratan Eropa.

Masalah yang dihadapi dalam pembuatan kertas secara manual ialah produktifitasnya yang sangat rendah dan memakan waktu yang lama. Pada abad pertengahan, semua buku dicopy dengan tangan, kebanyakan dilakukan di atas perkamen dan dilakukan oleh pemuka agama yang mempunyai kemampuan baca tulis di atas rakyat biasa. Mesin cetak yang diciptakan pada abad ke 15 membawa perubahan yang amat besar di bidang komunikasi. Untuk pertama kalinya, buku dapat diproduksi secara massal. Untuk itu dibutuhkan kertas murah dalam jumlah yang banyak menggantikan perkamen yang mahal.

Untuk memenuhi permintaan yang meningkat ini, pembuat kertas dituntut untuk mempercepat dan meningkatkan produksi, tetapi tidak terlihat adanya terobosan yang nyata sampai datangnya abad 17. Yaitu ketika Nicholas Luis Robert, dari Essones, Perancis mematenkan sebuah mesin yang menggunakan belt kawat mesh yang bergerak menggantikan fungsi cetakan kertas sehingga dapat dihasilkan kertas secara kontinyu dan dalam jumlah besar. Mesin yang dibangun oleh Robert kemudian dibawa ke Inggris dan dipatenkan di sana pada th 1801 oleh Henry Fourdrinier, yang namanya dipakai sampai sekarang.

Dunia Islam

Setelah kekalahan Cina dalam Pertempuran Talas pada 751 (hari ini Kyrgyzstan ), penemuan ini menyebar ke Timur Tengah. Legenda pergi,  rahasia pembuatan kertas diperoleh dari dua Cina tahanan dari Pertempuran Talas, yang menyebabkan pertamapabrik kertas di dunia Islam yang didirikan di Samarkand .
Proses melelahkan pembuatan kertas halus dan mesin dirancang untuk pembuatan massal kertas. Produksi dimulai pada Baghdad , di mana metode diciptakan untuk membuat selembar kertas tebal, yang membantu mengubah pembuatan kertas dari seni menjadi industri besar. Penggunaan bertenaga air pabrik pulp untuk menyiapkan bubur bahan yang digunakan dalam pembuatan kertas, tanggal kembali ke Samarkand pada abad ke-8, meskipun ini tidak harus bingung dengan pabrik kertas (lihat Paper pabrik bagian bawah). Kaum Muslim juga memperkenalkan penggunaan palu perjalanan (manusia-atau binatang-bertenaga) dalam produksi kertas, menggantikan tradisional Cina mortir dan alu metode. Pada gilirannya, metode palu perjalanan kemudian dipekerjakan oleh orang Cina.
Pada abad ke-9, orang Arab menggunakan kertas teratur, meskipun untuk karya-karya penting seperti salinan dihormati Qur’an vellummasih disukai. Kemajuan buku produksi dan penjilidan buku diperkenalkan. Orang-orang Arab membuat buku ringan yang dijahit dengan sutra dan terikat dengan kulit yang tertutup papan pasta, mereka memiliki flap yang dibungkus buku ketika tidak digunakan. Seperti kertas kurang reaktif terhadap kelembaban, papan berat yang tidak diperlukan. Pada abad ke-12 di Marrakesh diMaroko jalan bernama “Kutubiyyin” atau penjual buku yang berisi lebih dari 100 toko buku.
Penggunaan tercatat paling awal dari kertas untuk kemasan tanggal kembali ke 1035, ketika Persia wisatawan mengunjungi pasar diKairo mencatat bahwa sayuran, rempah-rempah dan perangkat keras yang dibungkus kertas untuk pelanggan setelah mereka dijual.
Sejak Perang Salib Pertama tahun 1096, pembuatan kertas di Damaskus telah terganggu oleh perang, produksi membelah menjadi dua pusat. Mesir dilanjutkan dengan kertas tebal, sementara Iran menjadi pusat dari makalah tipis. Pembuatan kertas menyebar di seluruh dunia Islam, dari mana itu barat lanjut menyebar ke Eropa .  pembuatan Kertas diperkenalkan ke India pada abad ke-13 oleh pedagang Arab, di mana hampir seluruhnya diganti bahan penulisan tradisional.
Amerika
Di Amerika , bukti arkeologi menunjukkan bahwa bahan kulit-kertas tulisan yang sama juga digunakan oleh bangsa Maya selambat-lambatnya pada abad ke-5.  Disebut amatl , itu digunakan secara luas di kalangan Mesoamerika budaya sampai penaklukan Spanyol . Perkamen dibuat dengan merebus dan berdebar kulit bagian dalam pohon, sampai material menjadi cocok untuk seni dan menulis. Bahan-bahan yang terbuat dari alang-alang ditumbuk dan kulit adalah kertas teknis tidak benar, yang terbuat dari bubur, kain, dan serat tanaman dan selulosa.,
Eropa
Dokumen kertas tertua yang dikenal di Barat adalah Mozarab Misa Silos dari abad ke-11, mungkin menggunakan kertas yang dibuat di bagian Islam dari Semenanjung Iberia . Mereka menggunakan ganja dan linen kain sebagai sumber serat. Yang pertama yang tercatat pabrik kertas di Semenanjung Iberia berada di Xàtiva pada 1151.

Salinan Alkitab Gutenberg , di AS Library of Congress
Kertas dicatat sebagai yang diproduksi di Italia tahun 1276 dengan watermark yang digunakan di Fabriano oleh 1300 dan pabrik didirikan di Treviso dan kota-kota utara lainnya oleh 1340. Di Italia juga cetakan kertas yang terdiri dari kawat logam dan sehubungan dengan itu juga watermark pertama kali diperkenalkan. Awal Jermanmanufaktur berada di Mainz pada 1320 dengan sebuah pabrik di Nurenberg yang didirikan oleh Ulman Stromer pada 1390.
Hanya tentang waktu ketika ukiran kayu seni grafis teknik dipindahkan dari kain untuk kertas di cetak master tua dancetakan populer . Pabrik pertama yang diketahui di Inggris didirikan oleh John Tate di 1490 dekat Stevenage di Hertfordshire , tapi sukses secara komersial pertama pabrik kertas di Inggris tidak terjadi sebelum 1588 ketika John Spilman mendirikan pabrik dekat Dartford di Kent dan awalnya bergantung pada keahlian pembuatan kertas Jerman.
Penerbitan Koran pertama di Amerika

The Penny Press :
Perkembangan teknologi percetakan telah mengakibatkan proses percetakan semakin cepat, sehingga surat kabar semakin memasyarakat karena harganya murah

Newspaper Barons
Pada akhir abad 19, surat kabar di Amerika mengalami kejayaan karena surat kabar melakukan promosi yang sangat agresif.

Yellow Journalism
Surat kabar di Amerika pada akhir abad 19 menjadi bisnis besar, karena sirkulasinya yang semakin besar dan banyak persaingan antarpenerbit surat kabar.

Jazz Journalism
Tahun 1919 terbit surat kabar New York Daily News yang ukurannya lebih kecil, banyak menggunakan foto terutama pada halaman pertama, dan menampilkan satu atau dua headline, serta menekankan unsur sex dan sensasi.

Surat kabar pertama kali dibuat di Amerika Serikat, dengan nama “Public Occurrenses Both Foreign and Domestick” di tahun 1690. Surat kabar tersebut diusahakan oleh Benjamin Harris, seorang berkebangsaan Inggris. Akan tetapi baru saja terbit sekali, sudah dibredel. Bukan karena beritanya menentang pemerintah, tetapi hanya karena dia tidak mempunyai izin terbit. Pihak kerajaan Inggris membuat peraturan bahwa usaha penerbitan harus mempunyai izin terbit, di mana hal ini didukung oleh pemerintah kolonial dan para pejabat agama. Mereka takut mesin-mesin cetak tersebut akan menyebarkan berita-berita yang dapat menggeser kekuasaan mereka kecuali bila usaha itu dikontrol ketat.

Kemudian surat kabar mulai bermunculan setelah negara Amerika Serikat berdiri. Saat itu, surat kabar itupun tidak sama seperti surat kabar yang kita miliki sekarang. Saat itu surat kabar dikelola dalam abad kegelapan dalam jurnalisme. Sebab surat kabar telah jatuh ke tangan partai politik yang saling bertentangan. Tidak ada usaha sedikitpun untuk membuat berita secara objektif., kecuali untuk menjatuhkan terhadap satu sama lainnya. Washington dan Jefferson dituduh sebagai penjahat terbesar oleh koran-koran dari lawan partainya.

Presiden John Adams membreidel koran ”The New Republik”. Selama koran tetap dikuasai oleh para anggota partai politik saja, maka tidak banyak yang bisa diharapkan.

Kemudian kecerahan tampaknya mulai menjelang dunia persurat kabaran. James Gordon Bennet, seorang berkebangsaan Skotlandia melakukan revolusinisasi terhadap bisnis surat kabar pada 1835. Setelah bekerja di beberapa surat kabar dari Boston sampai Savannah akhirnya dia pun mendirikan surat kabar sendiri. Namanya ”New York Herald” dengan modal pinjaman sebesar 500 dollar. Percetakannya dikerjakan di ruang bawah tanah di Wall Street dengan mesin cetak yang sudah tuam dan semua pekerjaan reportase dilakukannya sendiri.

Sejak itulah berita sudah mulai dipilah-pilahkan menurut tingkat kepentingannya, tapi tidak berdasarkan kepentingan politik. Bennet menempatkan politik di halaman editorial. Isi korannya yang meliputi soal bisnis, pengadilan, dan kehidupan sosial masyarakat New York memang tidak bisa dijamin keobyektifatnya, tetapi setidaknya sudah jauh berubah lebih baik dibandingkan koran-koran sebelumnya.
Enam tahun setelah ”Herald” beredar, saingannya mulai muncul. Horace Greely mengeluarkan koran “The New York Tribune”. Tribune pun dibaca di seluruh Amerika. Pembacanya yang dominan adalah petani, yang tidak peduli apakah mereka baru sempat membaca korannya setelah berminggu-minggu kemudian. Bagi orang awam, koran ini dianggap membawa perbaikan bagi negara yang saat itu kurang terkontrol dan penuh bisnis yang tidak teratur.

Koran besar yang ketiga pun muncul di New York di tahun 1851, ketika Henry J. Raymond mendirikan koran dengan nama “The New York Times”, atas bantuan mitra usahanya, George Jones. Raymond-lah yang mempunyai gagasan untuk menerbitkan koran yang non partisan kepada pemerintah maupun perusahaan bisnis.

Setelah serentetan perang saudara di Amerika usai, bisnis persuratkabaran pun berkembang luar biasa. Koran-koran pun mulai muncul di bagian negara-negara selain New York dan Chicago. Di selatan, Henry W. Grady dengan koran “Konstitusi Atlanta”. Lalu, muncul koran “Daily News” dan “Kansas City Star” yang mempunyai konsep pelayanan masyarakat sebagai fungsi dari sebuah sebuah surat koran.

Di New York, surat kabar dianggap sebuah bisnis yang bakal menjanjikan. Charles Dana membeli surat kabar ”Sun” dan menyempurnakannya. Editornya, John Bogart punya cerita sendiri tentang berita. Menurutnya ”kalau anjing menggigit manusai, itu bukan berita. Tapi kalau manusia menggigit anjing, itu baru namanya berita”.

Pulitzer adalah yang pertama kali menerbitkan koran mingguan, di mana isinya ditulis oleh para penulis terbaik yang pernah ada. Setelah Pulitzer meninggal, ”New York World” malah menjadi yang terbesar di dunia. Orang menyebut Pulitzer sebagai ”wartawannya surat kabar”.

Dalam perkembangannya, surat kabar berangkat sebagai alat propaganda politik, lalu menjadi perusahaan perseorangan yang disertai keterkenalan dan kebesaran nama penerbitnya, dan sekarang menjadi bisnis yang tidak segemerlap dulu lagi, bahkan dengan nama penerbit yang semakin tidak dikenal.

Perubahan ini memberikan dampak baru. Ketika iklan mulai menggantikan sirkulasi (penjualan langsung) sebagai sumber dana utama bagi sebuah surat kabar, maka minat para penerbit jadi lebih identik dengan minat para masyarakat bisnis. Ambisi persaingan untuk mendapatkan berita paling aeal tidaklah sebesar ketika peloporan. Walaupun begitu, perang sirkulasi masih terjadi pada tahun 1920-an, tetapi tujuan jangka panjang mereka adalah untuk mencapai perkembnagn penghasilan dari sektor iklan. Sebagai badan usaha, yang semakin banyak ditangani oleh para pengusaha, maka surat kabar semakin kehilangna pamornya seperti yang dimilikinya pada abad ke-19.
Namun, surat kabar kini mendapatkan sesuatu yang lain yang lebih penting. Surat kabar yang mapan kini tidak lagi diperalat sebagai senjata perang politik yang saling menjatuhkan ataupun bisnis yang individualis, melainkan menjadi media berita yang semakin obyektif, yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pihak-pihak tertentu saja.

Kenaikan koran-koran ukuran tabloid di tahun 1920-an yang dimulai oleh ”The New York Daily News”, memberikan suatu dimensi baru terhadap jurnalisme. Akhirnya memang menjadi kegembiraan besar bagi kehidupan surat kabar, terutama dalam meliput berita-berita keras. Perubahan lain yang layak mendapat perhatian adalah timbulnya sindikasi. Berkat adanya sindikat-sindikat, maka koran-koran kecil bisa memanjakan pembacanya dengan materi editorial, informasi, dan hiburan. Sebab kalau tidak, koran-koran kecil itu tentu tidak dapat mengusahakan materi-materi tersebut, lantaran biaya untuk itu tidaklah sedikit. Sindikat adalah perusahaan yang berhubungan dengan pers yang memperjualbelikan bahan berita, tulisan atau bahan-bahan lainuntuk digunakan dalam penerbitan pers.

Penerbitan koran pertama di Inggris

Nathaniel Butter dianggap sebagai orang pertama yang menciptakan surat kabar berbahasa Inggris yang terbit secara berkala pada tahun 1622. Pada tahun 1665 di Inggris, terdapat surat kabar pertama yang terbit teratur setiap hari bernama “Oxford Gazette”. Ketika Henry Muddiman menjadi editor, Oxford Gazette berubah nama menjadi “London Gazette”. Henry adalah orang pertama yang menggunakan istilah “Newspaper”. The Daily Courant pada tahun 1702 menjadi surat kabar yang memberitakan masalah politik dan pemerintahan.

Frankfurter Rundschau ialah surat kabar harian Jerman, bermarkas di Frankfurt am Main. Pertama kali terbit pada 1 Agustus 1945, sebagai surat kabar pertama di Jerman yang diduduki AS dan kedua di Jerman pascaperang. Kini dimiliki oleh Druck und Verlagshaus Frankfurt am Main GmbH dan mencapai oplah 181.000.

Rundschau ialah harian kedua Jerman yang dicetak setelah PD II, dan harian pertama di sektor Amerika. Hans Habe, seorang wartawankawakan Jerman pascaperang, mendirikan Rundschau untuk mempropagandakan gagasan-gagasan liberal–parlemen.

Tata letak Rundschau modern dan pendirian editorialnya progresif, atau kiri-liberal. Surat kabar ini mempertahankan bahwa “kemerdekaan, keadilan sosial dan kejujuran” mendasari jurnalismenya.

Masa jabatan Dr. Wolfgang Storz sebagai pemimpin redaksi berhenti secara tiba-tiba pada 16 Mei 2006. Pemimpin redaksi berikutnya adalah Dr. Uwe Vorkötter (efektif 1 Juli 2006).

Saingan utamanya ialah Frankfurter Allgemeine Zeitung yang bersifat liberal-konservatif, Frankfurter Neue Presse yang konservatif, dan juga edisi lokal tabloid konservatif Bild-Zeitung, koran terlaris di Eropa.

Pada 2003, surat kabar ini mengalami kesulitan keuangan dan didukung oleh garansi dari negara bagian Hessen. Pada Mei 2004 perusahaan DDVG yang dimiliki SPD (partai sosial-demokrat) memperoleh 90% saham Druck- und Verlagshaus Frankfurt am Main (DUV), penerbit Frankfurter Rundschau. Sosial demokrat menekankan ingin mempercayakan masa depan salah satu dari sedikitnya surat kabar harian kiri-liberal di Jerman dan menegaskan takkan menggunakan pengaruh dalam artikel.

Hingga 2006 terakhir, sosial demokrat ingin mengurangi sahamnya hingga 50%. Untuk menyelamatkan koran dari kepailitan, secara drastis DDVG memperpendek ekspeditur. Dengan menggunakan pembubaran dan outsourcing, jumlah karyawan akan berkurang sejak 3 tahun terakhir dari 1700 ke 750.

Akta diurna

Siapa tak kenal Julius Caesar? Ia tak hanya dikenal sebagai panglima perang ulung tetapi juga politikus sukses, orator memesona, serta playboy nomor satu. Gaius Julius Caesar juga seorang penulis hebat yang ikut memperkaya kesusastraan klasik melalui karya berjudul De bello Gallico. Ia orang terpenting yang meruntuhkan Republik Romawi. Nama Caesar pun kemudian diadopsi menjadi kaisar, kaiser, dan czar yang merupakan sebutan hormat untuk raja. Mengingat prestasi dan perannya dalam sejarah. tak heran jika ia menduduki tangga ke-65 dari daftar seratus tokoh paling berpengaruh dalam sejarah versi Michael H. Hart.

Namun sayangnya, ada satu peran Caesar yang seringkali terlupakan. Ia adalah pelopor jurnalisme pertama di dunia. Pada tahun 59 SM, Julius Caesar membuat terobosan baru dengan mengumumkan hasil rapat senator melalui papan pengumuman secara rutin. Papan pengumuman itu dipasang di tempat umum agar diketahui orang banyak. Papan-papan pengumuman itu selanjutnya disebut Acta Diurna. Acta Diurna diakui sebagai koran generasi pertama di dunia.

Secara harfiah Acta Diurna berarti catatan harian. Karena saat itu belum dikenal teknologi cetak dan kertas, Acta Diurnaditulis dengan cara dipahat pada batu atau logam. Dalam keseharian warga Romawi Kuno, papan-papan pengumuman itu seringkali disebut acta saja. Kadang Acta Diurna juga disebut Acta Popidi atau Acta Publica.

Pendahulu Acta Diurna adalah Acta Senatus. Acta Senatus ini merupakan catatan rapat senat yang tidak pernah dipublikasikan kepada masyarakat luas dan menjadi rahasia negara. Dengan adanya Acta Diurna, Kerajaan Romawi ingin menerapkan prinsip ketersediaan informasi bagi publik. Kelahiran Acta Diurna sendiri sekaligus menjadi penanda peradaban dunia berbasis teks. Selain itu, Acta Diurna juga bisa disebut proses pendokumentasian pertama dalam sejarah peradaban manusia.

Pada perkembangannya, Acta Diurna juga berisi berita ringan seputar kelahiran, kematian, dan pernikahan. Acta Diurna juga berisi peringatan militer, peraturan-peraturan baru ataupun peringatan-peringatan untuk membayar pajak. Tak hanya hasil rapat, dalam Acta Diurna juga dimuat hasil sidang perkara, rencana kegiatan, serta profil pemimpin. Kendati isinya semakin beragam, papan pengumuman ini tetaplah alat propaganda pemerintah. Pendek kata, Acta Diurna menjadi alat komunikasi sekaligus alat propaganda yang penting di Romawi Kuno kala itu.

Setiap dua hari sekali, informasi Acta Diurna diperbarui dengan cara menurunkan batu atau logam dari tiang penyangga dan diganti dengan yang baru. Salinan dari papan yang sudah diturunkan ini kemudian dikirimkan ke pejabat provinsi sebagai arsip. Kegiatan inilah yang kemudian menjadi titik munculnya kegiatan pengarsipan seperti yang kita kenal sekarang.

Sayang sekali sejarah Acta Diurna harus berakhir ketika pemerintahan Romawi dipindahkan ke Konstantinopel. Papan-papan pengumuman itu diawasi sedemikian rupa oleh pemerintah, kondisi yang pada masa kini kita sebut sensor. Ujung cerita, Acta Diurna tak lagi dipasang sebagai bentuk kontrol pemerintah.

Jelas sekali bahwa Acta Diurna adalah alat komunikasi massa pertama. Papan pengumuman ini sekaligus mengawali kegiatan pengarsipan dan pendokumentasian dalam bentuk tertulis. Meski bentuk Acta Diurna masih sederhana, tak diragukan lagi peran Julius Caesar dalam dunia jurnalistik sangatlah besar. Jika ditilik dari definisi jurnalis yaitu mengumpulkan, menulis, dan menyebarkan informasi, Caesar bisa disebut jurnalis pertama di dunia. Menjadi pelopor jurnalisme dunia bukanlah peran yang begitu saja bisa dilupakan.

Pers Pada masa Penjajahan Jepang

Pers di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintahan Jepang dan sifat pro-Jepang. Beberapa harian yang muncul pada masa itu, antara lain:
§  Asia Raya di Jakarta.
§  Sinar Baru di Semarang.
§  Suara Asia di Surabaya.
§  Tjahaya di Bandung.
Pers nasional masa pendudukan Jepang memang mengalami penderitaan dan pengekangan kebebasan yang lebih daripada zaman Belanda. Namun, ada beberapa keuntungan yang didapat oleh para wartawan atau insan pers di indonesia yang bekerja pada penerbitan Jepang, antara lain sebagai berikut:

Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers Indonesia bertambah. Fasilitas dan alat-alat yang digunakan jauh lebih banyak daripada masa pers zaman Belanda. Para karyawan pers mendapatkan pengalaman banyak dalam menggunakan berbagai fasilitas tersebut.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin seering dan luas. Penjajah Jepang berusaha menghapus bahasa Belanda dengan kebijakan menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai kesempatan. Kondisi ini sangat membantuk perkembangan bahasa Indonesia yang nantinya juga menjadi bahasa nasional.
Adanya pengajaran untuk rakyat agar berfikir kritis terhadap berita yang disajikan oleh sumber-sumber resmi Jepang. Selain itu, kekejaman dan penderitaan yang dialami pada masa pendudukan Jepang memudahkan para pemimpin bangsa memberikan semangat untuk melawan penjajah.

Pers Pada Masa penjajahan Belanda

Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC. Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan.

Tujuan pendirian pers masa itu :

·      Untuk menegakkan penjajahan
·      Menentang pergerakan rakyat
·      Melancarkan perdagangan
·      Pers Pada zaman Orde lama


berjalan antara tahun 1945-1966. Pers orde lama dimulai ketika Indonesia merdeka. Wartawan Indonesia mengambil alih percetakan-percetakan asing dan mulai menerbitkan surat kabarnya sendiri. Tidak bertahan beberapa lama, Belanda kembali dan ingin kembali menjajah sehingga surat kabar dalam negeri harus terasing dengan surat kabar Belanda yang melakukan propaganda pemberitaan agar masyarakat mau kembali kepada masa Pemerintahan Belanda. Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaannya, dan memilih menjalankan demokrasi liberal. Dalam masa ini, pers memiliki kebebasan untuk menerbitkan surat kabar sesuai dengan aliran atau sesuai partai politik yang didukung (kurang lebih sama dengan apa yang dimiliki pers saat ini).
Menyusul ketegangan yang terjadi dalam pemerintahan, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang kemudian menjadi akhir dari kebebasan pers. Dimulai dari itu, Indonesia menganut demokrasi terpimpin. Sistem otoriter tersebut kemudian memaksa pers untuk tunduk pada pemerintahan. Segala aktivitas dan pemberitaan yang dilakukan oleh pers harus melalui sensor. Bahkan setiap Pers harus memperoleh SIT atau Surat Ijin Terbit dari pemerintah.
Pemberedelan beberapa surat kabar dilakukan oleh pemerintah setelah peringatan yang diberikan oleh menteri penerangan, Maladi. Pemberedelan dilakukan bukan hanya kepada surat kabar asing namun juga surat kabar dalam negeri. Pers yang ingin tetap bertahan harus mau menjadi alat pemerintah untuk menggerakkan massa dan mengikuti kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Tidak hanya media pers surat kabar, bahkan media pers televisi yang saat itu hanya ada TVRI bahkan diperalat pemerintah dan menjadi sarana komunikasi politik yang dikuasai pemerintah. Pers yang awalnya adalah pers perjuangkan yang melawan pemerintahan Belanda ( penjajah ) beralih menjadi pers simpatisan yang cenderung menjadi pendukung dari partai-partai politik tertentu.

Pers Pada Orde Baru

Pers pada masa orde baru dimulai ketika pemerintahan Presiden Soeharto (1966-1998). Dari sistem otoriter (paham demokrasi terpimpin) pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Soeharto membawa Indonesia kepada sistem Demokrasi pancasila. Pers Indonesia disebut sebagai pers pancasia, yaitu pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.
Sama halnya dengan pemerintahan orde lama, kebebasan pers pada masa orde baru juga terjadi beberapa waktu saja menyusul terjadinya insiden ‘Malari’ atau Lima belas januari 1974. Pers dalam masa orde baru kehilangan identitas sebagai media independen yang bebas berpendapat dan menyampaikan informasi. Dunia pers dikekang dan mendapat tekanan dari segala aspek. Pers memutuskan terus mengikuti permainan politik pada jaman itu, kemudian banyak media massa yang mempublikasikan tulisan-tulisan berisi kritik terhadap pemerintah beserta keburukan pemerintah, lantas pada tahun 1994 banyak media yang diberedel oleh pemerintah. Tempo adalah majalah satu-satunya yang berjuang dan terus melawan pemerintah orde baru melalui publikasi tulisan-tulisan. Pemerintah memegang kendali seluruh aspek, terutama dalam bidang pers, bahkan tidak ada bedanya dengan pemerintahan otoriter Presiden Soekarno. Pada masa orde baru, juga ada SIUPP yaitu Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers ( sama halnya SIT pada kepemimpinan Soekarno), tujuannya adalah agar pemerintah dapat mengontrol secara penuh keberadaan media pers. Dewan pers pada masa orde baru difungsikan oleh pemerintah untuk melindungi kepentingan pemerintah dan konglmerat saja, bukan melindungi insan pers dan masyarakat.

Pers di era orde lama dan orde baru dapat dikategorikan ke dalam periode kedua di mana kontrol Negara terhadap pers – meski di masa-masa awal berkuasanya rezim, hubungan harmoni masih dapat terlihat – sangat besar sehingga mematikan dinamika pers. Setelah penyerahan kedaulatan Jepang pada 15 Agustus 1945, wartawan Indonesia mengambil alih semua fasilitas percetakan surat kabar dari tangan Jepang dan berupaya menerbitkan surat kabar sendiri. Surat kabar pertama yang terbit di masa republik itu bernama Berita Indonesia yang terbit di Jakarta sejak 6 September 1945.
Kondisi perpolitikan di Indonesia dalam tahun-tahun 1945-1958 dapat dikatakan masih sangat panas. Pertikaian dengan Belanda ataupun Jepang belum lagi tuntas, dan pergolakan di beberapa tempat dengan pihak Belanda ataupun Jepang yang belum menarik diri masih terjadi. Sebagai upaya serangan balik terhadap propaganda anti Belanda yang dilancarkan oleh surat kabar-surat kabar republik, maka Belanda juga menerbitkan surat kabar berbahasa Indonesia, diantaranya Fadjar (Jakarta), Soeloeh Rakyat (Semarang), Pelita Rakyat (Surabaya), serta Padjajaran dan Persatoean (Bandung). Pada masa itu, sebagian besar surat kabar terbit dalam empat halaman, dikarenakan kurangnya pendanaan dan percetakan yang masih minim.
Pada Desember 1948 di Indonesia telah terbit 124 surat kabar dengan total tiras 405.000 eksemplar. Tetapi pada April 1949, jumlah surat kabar berkurang menjadi hanya 81 dengan tiras 283.000 eksemplar. Ini diakibatkan oleh Agresi Militer Belanda Kedua yang terjadi pada Desember 1948. Sementara, jangkauan tiras berubah dari 500 menjadi 5.000 eksemplar. Sepanjang periode ini, pers Indonesia semakin memperkuat semangat kebangsaan, mempertajam teknik berpolemik, dan mulai memperlihatkan peningkatan semangat partisan.

Awal Kemerdekaan (1942-1945)

Pers di awal kemerdekaan dimulai pada saat jaman jepang. Dengan munculnya ide bahwa beberapa surat kabar sunda bersatu untuk menerbitkan surat kabar baru Tjahaja (Otista), beberapa surat kabar di Sumatera dimatikan dan dibuat di Padang Nippo (melayu), dan Sumatera Shimbun (Jepang-Kanji). Dalam kegiatan penting mengenai kenegaraan dan kebangsaan Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sejumlah wartawan pejuang dan pejuang wartawan turut aktif terlibat di dalamnya. Di samping Soekarno, dan Hatta, tercatat antara lain Sukardjo Wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar Dewantara, Otto Iskandar Dinata, G.S.S Ratulangi, Adam Malik, BM Diah, Sjuti Melik, Sutan Sjahrir, dan lain-lain.

Penyebarluasan tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan oleh wartawan-wartawan Indonesia di Domei, di bawah pimpinan Adam Malik. Berkat usaha wartawan-wartawan di Domei serta penyiar-penyiar di radio, maka praktisi pada bulan September 19945 seluruh wilayah Indonesia dan dunia luar dapat mengetahui tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

RRI (Radio Republik Indonesia) terbentuk pada tanggal 11 September 1945 atas prakasa Maladi. Dalam usahanya itu Maladi mendapat bantuan dari rekan-rekan wartawan lainnya, seperti Jusuf Ronodipuro, Alamsjah, Kadarusman, dan Surjodipuro. Pada saat berdirinya, RRI langsung memiliki delapan cabang pertamanya, yaitu di Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya.

Surat kabar Republik I yang terbit di Jakarta adalah Nerita Indonesia, yang terbit pada tanggal 6 September 1945. Surat kabar ini disebut pula sebagai cikal bakal Pers nasional sejak proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, perkembangan pers republic sangat pesat, meskipun mendapat tekanan dari pihak penguasa peralihan Jepang dan Sekutu/Inggris, dan juga adanya hambatan distribusi.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di Sumatera dan sekitarnya, usaha penyebarluasan berita dilakukan mula-mula berupa pamflet-pamflet, stensilan, sampai akhirnya dicetak, dan disebar ke daerah-daerah yang terpencil. Pusat-pusatnya ialah di Kotaraja (sekarang Banda Aceh), Sumatera Utara di Medan dimana kantor berita cabang Sumatera juga ada di Medan, lalu Sumatera Barat di Padang, Sumatera Selatan di Palembang. Selain itu, di Sumatera muncul surat kabar-surat kabar kaum republik yang baru, di samping surat surat kabar yang sudah ada berubah menjadi surat kabar Republik, dengan nama lama atau berganti nama.

Setelah Indonesia Merdeka (1945-1959)

Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Sulawesi dan sekitarnya, kalangan pers selalu mendapat tekanan-tekanan, seperti yang dialami Manai Sophiaan yang mendirikan surat kabar Soeara Indonesia di Ujung Pandang. Di Manado dan sekitarnya (Minahasa) tekanan dari pihak penguasa pendudukan selalu dialami oleh kalangan pers. Di daerah terpencil, seperti Ternate yang merupakan daerah yang pertama kali diduduki oleh tentara Sekutu, para pejuang di kalangan pers tetap mempunyai semangat tinggi.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Jawa dan sekitarnya, pertumbuhan pers paling subur, bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di wilayah RI ini. Hal itu disebabkan jumlah wartawan yang lebih banyak dan juga karena pusat pemerintahan RI ada di Jawa. Pusat-pusatnya, adalah di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Solo, dan Surabaya.

Sementara itu, para wartawan dan penerbit sepakat untuk menyatukan barisan pers nasional, karena selain pers sebagai alat perjuangan dan penggerak pembangunan bangsa. Kalangan pers sendiri masih harus memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi masa kini dan masa mendatang. Untuk itulah, maka kalangan pers membutuhkan wadah guna mempersatukan pendapat dan aspirasi mereka. Hal tersebut terwujud pada tanggal 8-9 Februari 1946, dengan terbentuknya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Solo atau Surakarta.

Era Reformasi

Suatu pencerahan datang kepada kebebasan pers, setelah runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu rakyat menginginkan adanya reformasi pada segala bidang baik ekonomi, sosial, budaya yang pada masa orde baru terbelenggu. Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.

Peran inilah yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia. Setidaknya, antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan opini publik yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilan tersebut.

Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media baru cetak dan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia.

Pers yang bebas merupakan salah satu komponen yang paling esensial dari masyarakat yang demokratis, sebagai prasyarat bagi perkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Keseimbangan antara kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial menjadi sesuatu hal yang penting. Hal yang pertama dan utama, perlu dijaga jangan sampai muncul ada tirani media terhadap publik. Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan informasi yang benar, dan bukan benar sekadar menurut media. Pers diharapkan memberikan berita harus dengan se-objektif mungkin, hal ini berguna agar tidak terjadi ketimpangan antara rakyat dengan pemimpinnya mengenai informasi tentang jalannya pemerintahan.

Sayangnya, berkembangnya kebebasan pers juga membawa pengaruh pada masuknya liberalisasi ekonomi dan budaya ke dunia media massa, yang sering kali mengabaikan unsur pendidikan. Arus liberalisasi yang menerpa pers, menyebabkan Liberalisasi ekonomi juga makin mengesankan bahwa semua acara atau pemuatan rubrik di media massa sangat kental dengan upaya komersialisasi. Sosok idealisme nyaris tidak tercermin dalam tampilan media massa saat ini. Sebagai dampak dari komersialisasi yang berlebihan dalam media massa saat ini, eksploitasi terhadap semua hal yang mampu membangkitkan minat orang untuk menonton atau membaca pun menjadi sajian sehari-hari.

Pers Indonesia pada masa Penjajahan BelandaPada tahun 1907, golongan kaum ningrat (priyayi) memelopori terbitnya persnasional, yakni mingguan medan prijaji. Pemimpin redakturnya adalah R.M.Tirtoadisuryo. Sesuai dengan namanya mulai tahun 1910, medan prijaji terbit sebagaiharian.Pertumbuhan pers diawasi dengan ketat karena dikhawatirkan merugikan kebijakan politik pemerintah penjajah. Pemerintah penjajah (Belanda) merasa ketentuan-ketentuan pidana dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan artikel-artikel tambahanKUHP, belum cukup memadai mengendalikan pers. Selanjutnya,diterbitkan aturan
 Persbreidel Ordonantie
, yaitu aturan atau undang-undang tentang penghentian penerbitan pers. Aturan ini akan diberlakukan terhadap surat kabar dan sejenisnya yang pemberitaannya dinilai membahayakan pemerintahan penjajah.
 Pers Indonesia pada masa penjajahan jepangPers masa ini mengalami kemunduran. Pers dipaksa untuk mendukung kepentingan jepang. Akhirnya, pers hanya digunakan semata-mata sebagai alat pemerintah jepang.Hanya ada satu surat kabar yang terbit (secara illegal), yaitu
 Berita Indonesia
. Surat kabarini penerbitnya di pelopori oleh
Soeadi Tahsin
 (pelajar Kenkoku Gakunkin).Penyebarluasan
 Berita Indonesia
 ini bertujuan untuk mengimbangi propoganda pemerintah penjajah Jepang yang disiarkan melalui
 Berita Goenseikanbu,
surat kabarmilik pemerintah yang difungsikan untuk mendukung dan menyebarluaska kebijakan politi pemerintah penjajah. Surat kabar ii intinya berisi propaganda-propaganda Jepangagar rakyat Indonesia bersedia membantu jepang dalam perangnya melawan tentaraserikat.
 Pers Indonesia pada masa Orde LamaPada masa Orde Lama, dengan prinsip demokrasi terpimpin pemerintahmenetapkan asas Manipol Usdek, pers atau penerbitan yang tidak mencantumkan ManipolUsdek dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya dan tidak mendukungkebijaksanaan pemerintah akan dilarang terbit atau di beredel. Pers pada masa itu harustegas dan jelas menyuarakan aspirasi politik tertentu.
 Pers Indonesia pada masa Orde BaruMasa ini adalah masa kepemimpinan presiden soeharto. Pada masa Orde Baruditerbitkan UU No. 11 Tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok Pers, yangkemudian diubah dengan UU No. 4 Tahun 1967, dan selanjutnya diubah UU No. 21 1982,yang pada prinsipnya mengikat dan mengendalikan kebebasan pers.Dewan Pers pada sidang Pleno XXV di Surakarta pada tanggal 7 -8 Desember 1984menetapkan pers pancasila yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk memperkuat status politik pemerintah Orde Baru.
 Pers Indonesia pada masa Era ReformasiPada masa ini, pers Indonesia memperoleh kebebasan. Akibatnya banyak bermunculan pers baru. Pada masa ini dikeluarkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers.Kenyataan sejarah menunjukkan peranan pers dalam mendukung perjuangan bnagsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang bersatu, merdeka,dan mengisi kemerdekaan, membangun memajukan kehidupan bangsa dan negaranya.
Referensi



http://ratnanism.blogspot.com/2012/12/sejarah-jurnalistik-di-dunia-dan-di.html

http://blogpenemu.blogspot.com/2014/02/penemu-mesin-cetak-johannes-gutenberg.html

http://kotak-karton-gelombang.blogspot.com/2009/01/sejarah-penemuan-kertas.html

https://elisabetyas.wordpress.com/2010/04/14/sejarah-surat-kabar-dan-perwajahannya/

http://www.wikipedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar