Gambar : Hestu Wiratmojo (ketiga dari kanan) bersama
tim PS UNNES
Hestu
Wiratmojo, pria kelahiran Grobogan ini mengawali karirnya sejak duduk di bangku
kelas 5 SD, ketertarikannya pada olahraga sepak bola dimulai ketika dia melihat
idolanya David Beckham di layar televisinya, melihat idolanya yang terkenal
dengan tendangan pisangnya bermain dengan apik, hatinya pun mulai tergugah
untuk mendalami dunia sepak bola.
Perlahan
tapi pasti, berawal dari POPDA SD dia mulai unjuk keberanian untuk meyakinkan
dirinya bahwa dia mampu untuk terjun di dunia sepakbola. Tak sampai disitu,
ditengah kemauannya yang besar ternyata restu orangtua tak ia dapatkan, dengan
alasan yang cukup terdengar remeh, karena pemain bola tidak cukup menghasilkan
kesuksesan dan takut jika nantinya akan mengganggu pendidikannya, sehingga dia
harus diam-diam menjalani hobi yang sangat dia cintai itu.
“Sebenarnya
sih tidak apa-apa mas Hestu main sepak bola, toh saya tadinya juga pemain sepak
bola pada jamannya, tapi saya cuma takut kalau nantinya pendidikannya tergangu,
karena menurut saya pendidikan dasar itu sangat penting, saya tidak mau kalau
besar nanti Hestu cuma jadi orang biasa seperti saya, makanya waktu itu Hestu tidak
saya ijinkan untuk jadi pemain bola”, ujar pak Supriyanto.
Ambisi
besarnya membuatnya nekat dan memberanikan diri untuk mendaftarkan dirinya di
Sekolah Sepak Bola secara diam-diam. Tanpa sepengetahuan orangtuanya setiap
hari minggu dia mengikuti sekolah sepak bola bersama rekan-rekan terdekatnya,
jika dia ditanya oleh ayahnya dia hanya pamit untuk pergi bermain bola dengan
teman-temannya, kecintaannya terhadap sepak bola ini membuat dirinya menjadi
pribadi yang nekat, tangguh dan tak terkalahkan.
Usaha yang selama ini dia lakukan
ternyata membawa hasil bagi dirinya, dia bersama timnya berhasil menyabet gelar juara 1 POPDA SD sekabupaten Grobogan, dia
mewakili sekolahnya yaitu SD Kejawan. Prestasinya inilah yang mampu menunjukkan
kepada orangtuanya bahwa ia mampu untuk berprestasi dan sukses di bidang
olahraga terutama sepak bola yang sangat dia cintai.
Tidak
hanya di sepak bola saja ia mendapatkan gelar juara, namun di bidang akademik
dia juga mendapatkan peringkat di kelas,
dengan ini dia mampu meyakinkan orangtuanya bahwa dia mampu menjalankan hobinya
tanpa meninggalkan kewajibannya sebagai seorang pelajar.
Setiap sore Hestu berlatih bersama
rekan-rekannya di lapangan, untuk meningkatkan kualitas skillnya, dan tetap
seperti itu setiap harinya, hingga tiada hari tanpa sepak bola. Sampailah dia
memasuki bangku SMP. Di tahun pertama seragam putih biru dia ditunjuk sebagai
perwakilan sekolah untuk mewakili sekolahnya di kejuaraan Sepak Bola Mini
sekabupaten dan berhasil mendapat gelar juara di ajang berbakat ini, prestasi
yang membanggakan ini tak membuat dirinya melayang dan lupa tanggung jawanya
sebagai seorang atlet. Setiap sore hingga menjelang maghrib dia berlatih dengan
kawan-kawannya di lapangan dekat rumahnya, tak lupa juga setiap hari rabu dan
sabtu sore dia berlatih bersama tim sekolahnya SMP N 1 Gubug dengan pengawasan
pelatihnya.
Semenjak fokus di dunia sepak bola,
anak sulung dari pasangan Bapak Supriyanto dan Ibu Kasiem pendidikan formalnya mulai terganggu, terlalu
banyak ijin untuk latihan dan kejuaraan. Prestasi di akademiknya juga mulai
menurun drastis saat itu juga.
Menurut
Hestu itu bukan masalah besar baginya, karena suatu saat semuanya akan normal
kembali, “Bagi saya pada waktu itu sepak bola itu segalanya, karena dulu ambisi
saya ingin menjadi pemain yang besar dan sukses nantinya, toh kalau akademik
bisa saja dikejar lagi, mungkin waktu kelas 9 kan biasanya tidak diperbolehkan
untuk ikut kejuaraan, hanya fokus dengan ujian saja, nah mungkin saat itu
semuanya akan kembali normal”, tandas bintang tarkam dari Grobogan tesebut.
Kesuksesan
Hestu mulai tampak, dirinya mulai dibanjiri pujian dari guru dan
teman-temannya, bahkan beberapa dari gurunya memberikan kemudahan nilai untuk
dirinya, meskipun dia sering meninggkan pelajaran dia tetap memperoleh
peringkat 10 besar di kelasnya, begitulah kelebihan siswa yang sukses membawa
nama sekolahnya di kejuaraan-kejuaraan bergengsi seperti sepak bola.
Setelah
berhasil menjadi juara di kejuaraan Sepak Bola Mini di Kabupaten Grobogan, sekolahnya
terpilih sebagai perwakilan untuk maju di tingkat provinsi, akan tetapi upaya
untuk menembus juara gagal setelah berhadapan dengan tim Kota Semarang, tim
Hestu dan rekan-rekannya hanya dapet menembus peringkat 3 saja. Namun hal ini
tidak menyudutkan Hestu bersama rekan-rekannya untuk lebih berpresstasi lagi di
kejuaraan-kejuaraan mendatang.
Karena
prestasinya yang cukup baik, hestu terpilih untuk menjadi tim yang mewakili
sekolahnya di Liga Pelajar Indonesia, bersama timnya dia berhasil menyabet
gelar peringkat 3, terdengar cukup memuaskan, karena tak semua orang bisa meraihnya seperti bintang tarkam ini.
Melihat
putra sulungnya terus berprestasi pak Supriyanto terlihat bangga dan tak khawatir
dengan nasib anaknya di masa depan kelak, karena menurut beliau masa depannya
sudah mulai terlihat, begitu pula dengan Hestu, dia tak cukup puas dengan
prestasi-prestasi yang sudah ia raih, menurutnya dia harus terus berusaha lebih
keras lagi untuk mempertahankan prestasinya.
Dan
lagi, Hestu kembali terpilih untuk menjadi tim yang mewakili sekolahnya di
kejuaraan POPDA kabupaten bersama rekan-rekannya, gelar juara pun berhasil ia
kantongi lagi, sampai saatnya dia untuk berhenti dan fokus pada pendidikan
formalnya dan UN yang akan ia hadapi.
Setelah
kelulusannya ia melanjutkan pendidikannya di SMA N 1 Gubug. Sayangnya selama di
bangku putih abu-abu prestasi Hestu mulai menurun. Tak seperti yang disebutkan
ketika ia masih di bangku putih biru yang namanya begitu harum dan menuai
banyak pujian. Di SMA Hestu hanya mengantongi 2 gelar kemenangan, yaitu juara 1
Kejuaraan Antar Tim Sekabupaten dan juara 3 Kejuaraan antar Tim Seprovinsi, ini
tak sesuai dengan harapan yang selama ini dia tanam.
“Waktu
itu saya tak punya banyak waktu untuk latihan, orangtua sendiri menyuruh saya
untuk lebih fokus ke akademik, saya rasa orangtua cukup benar, ya akhirnya
prestasi saya tak segemilang ketika saya masih di bangku SMP, tapi ya tidak apa
lah”, ujar Hestu.
Kehidupan
terus berlanjut, Hestu memilih untuk beristirahat dari hiruk pikuk dunia
pendidikan, ia memilih untuk bekerja mengais nafkah karena pada saat itu
ekonomi keluarga tidak cukup membantunya untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Setelah
sempat mangkir dari dunia pendidikan, ketika kesempatan itu datang, hestu tidak
segan untuk memberanikan diri mengikuti tes masuk Perguruan Tinggi Negeri,
UNNES (Universitas Negeri Semarang) yang menjadi pilihan pertamanya, karena dia
sangat ingin untuk melanjutkan karirnya di dunia persepakbolaan, dan ingin
melanjutkan mimpinya menjadi pemain besar. Dan keberuntungan kembali berpihak
padanya, dia berhasil lolos tes masuk Perguruan Tinggi Negeri, UNNES
(Universitas Negeri Semarang) tepatnya, dan saat ini Hestu terpilih menjadi tim
kebanggaan UNNES (Universitas Negeri Semarang) yaitu PS UNNES (Persatuan
Sepakbola Universitas Negeri Semarang).
Masih
dengan semangat yang tak mudah padam, setiap sore dia berlatih di lapangan
bersama tim PS UNNES lainnya. Meskipun karirnya sempat surut kini ia menjadi
bintang lagi di kancah perguruan tinggi, dia terpilih menjadi pemain LIMA (Liga
Mahasiswa) dan berhasil mengantongi gelar peringkat 3 Nasional dan tentunya masih
banyak pertandingan-pertandingan lain yang ia lewati.
Sepak
terjangnya dalam dunia sepak bola yang pasang surut tidak membuat namanya
tenggelam oleh waktu, di sela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa, ia mulai
tertarik untuk memulai solo karir sebagai pemain TARKAM yang selalu siap untuk
dimainkan kapanpun oleh tim manapun, menurut Hestu sangat tidak memungkinkan kalau
skillnya akan menghasilkan jika hanya mengandalkan PS UNNES saja, “Bukan tidak
setia, tapi sebagai mahasiswa tentunya sudah harus memikirkan planning untuk
masa depan, sudah bukan waktunya lagi untuk memikirkan prestasi seperti dulu
ketika masih SMP atau SMA, sekarang itu yang terpenting bagaimana cara bertahan
hidup tanpa menyusahkan orang tua terus menerus, jadi mahasiswa harus pintar
memburu dolar”, ujar hestu.
Selama
menjadi mahasiswa dia sempat terkait kontrak dengan beberapa tim, salah satunya tim terkenal yaitu
BJL 2000 Semarang selama liga 3, namun karena BJL 3000 tidak lolos fase grup
akhirnya pria kelahiran Grobogan ini meneruskan solo karirnya sebagai pemain
tarkam.
Sebagai
bintang tarkam Hestu ternyata lebih senang karena banyak mengantongi banyak
gelar juara dan menghasilkan banyak dolar dibandingkan saat ia mengikuti
pertandingan resmi, menurutnya tak perlu tenar untuk menghasilkan banyak uang,
cukup menjadi pemain dibalik layar, sedikit tapi pasti.
Kesetiaan
pada hal kecil akan membuahkan sesuatu yang besar dan hebat, sepeti karir yang
digeluti dari bawah, memang tak terlalu mencolok, dengan kesabaran, ketekunan
dan kerja keras akan membuatnya menghasilkan prestasi yang hebat dan
membanggakan. Seperti itulah kesuksesan, bila tak dijalani dengan sepenuh hati
dan kemauan yang besar ia tak akan tumbuh lebih baik. Dan hingga sekarang hestu
tetap menekuni solo karirnya sebagai pemain tarkam yang siap dimainkan kapanpun
dan oleh tim manapun, tidak terlalu terlihat memang, tetapi suatu saat dia akan
menemukan prestasi tertingginya sebagai pesepakbola profesional seperti
idolanya yang terkenal dengan tendangan pisangnya yaitu David Beckham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar